Makanan tradisional merupakan salah satu pondasi pariwisata Yogyakarta dengan berbagai jenisnya. Mulai dari makanan, minuman, makanan ringan, hingga proses pembuatan produk bisa dijual sebagai aset pariwisata. Walaupun demikian, banyak pihak pembeli yang menganggap makanan tradisional tersebut hanya memiliki nilai konsumsi dan estetika saja. Padahal, makanan tradisional memiliki nilai filosofis yang tinggi pula. Maka dari itu, untuk menguatkan nilai filosofis dari makanan tradisional, tim TTG UGM-Pengembangan Makanan Tradisional melaksanakan pelatihan. Pelatihan dilaksanakan pada hari Rabu, 21 November 2018 dengan mengundang Widodo, S. TP. dari Fakultas Teknologi Pangan UGM untuk memberikan pemahaman kepada penjual makanan tradisional di area Pasar Ndhelik, Puri Mataram. Mengangkat tema “Makanan Tradisional dan Filosofinya”, pelatihan ini merupakan agenda keenam dari rangkaian acara yang akan berakhir pada 25 November nanti.
“Sejauh ini, para penjual hanya terbagi menjadi beberapa kelompok saja tanpa adanya nama kelompok. Dengan pemberian nama kelompok yang mengadopsi dari nama-nama dewi khas cerita pewayangan, diharapkan masyarakat umum memiliki rasa ingin tahu yang lebih mengenai nama-nama tersebut, sehingga para penjual mampu bercerita lebih banyak tentang produknya.”harap Widodo.
Pada pelatihan ini, pelaksanaan diskusi cukup intens karena banyak saran dari Widodo yang disambut antusias oleh ibu-ibu penjual di Pasar Ndhelik. Dimulai dari bagaimana cara penyajian, pengelompokan makanan, penentuan porsi, pemilihan komposisi makanan, hingga proses penjualan dengan konsep “njawani” diterima dengan baik oleh para penjual.
Para penjual menyampaikan beberapa keluhan seperti komplain pembeli mengenai harga makanan. “Banyak yang ngomong kok mahal e bu, disini lima ribu padahal diluar cuma tiga ribu” kata kelompok Dewi Taro. Walaupun demikian, pembeli akhirnya memberikan pendapat bahwa makanan tersebut enak dan merasa impas dengan suasana yang didapatkannya. Selain harga, tenaga yang melayani pembeli juga dirasa kurang, seperti diungkapkan oleh kelompok Dewi Sri. Saran yang disampaikan oleh Widodo yaitu dengan cara menyiapkan makanan yang sudah siap saji, sehingga tidak perlu ribet mengatur berbagai komponen makanan. Selain itu, Widodo juga menyampaikan agar ibu-ibu penjual semakin banyak membaca mengenai kisah dewi-dewi yang menjadi nama kelompoknya. Sehingga aset yang dijual di Pasar Ndhelik tidak hanya makanan dan suasananya saja, namun juga interaksi kepada konsumen berupa cerita dewi-dewi dan proses pemasakan makanan tradisional.