Pernahkan anda mendengarkan musik? Apa yang membuat anda mendengarkan dan bahkan menyukai musik? Apa selera musik anda? Pertanyaan tersebut tentunya akan memunculkan beberapa jawaban, ditambah lagi musik merupakan suatu hal yang sangat sering bersinggungan dengan makhluk hidup terutama manusia. Satu pertanyaan menggelitik yang mungkin muncul dari beberapa kepala manusia yaitu “apa sih yang membuat kita (makhluk hidup, khususnya manusia) dapat menerima stimulus seperti suara,ritme,nada,musik dan dari stimulus tersebut dapat menghasilkan efek yang berbeda-beda pada setiap individu”? Pernahkan pertanyaan ini terlintas di pikiran Anda? Exactly, yes. Hal ini kembali pada alasan pertama tadi yakni musik adalah merupakan kebutuhan makhluk hidup, hal yang selalu muncul dalam kehidupan, dan hal yang fundamental. Untuk menjawab pertanyaan diatas maka BEM Biologi Departemen Pengembangan Keilmuan mengadakan Forum Diskusi Ilmiah atau biasa disingkat (FDI).
Biorhytm yang diadakan pada hari Kamis,16 April 2015 dihadiri oleh 94 mahasiswa-mahasiswi dari Fakultas Biologi maupun Fakultas lain. Acara ini dihadiri oleh 4 pembicara yaitu Susilo Hadi, M.Si,Ph.D. dosen struktur perkembangan hewan dari Fakultas Biologi, Drs. Abdul Rahman Siregar, M.Si dosen mikrobiologi dari Fakultas Biologi, Perwakilan mahasiswi dari Kelompok Studi Herpetologi (KSH), Perwakilan mahasiswi dari Kelompok SynteticBiology (SynBio) Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Meskipun acara ini diadakan pada sore hari, namun para peserta tetap memiliki antusias yang tinggi untuk mengikutinya.
Biorhytm, berasal dari Bio yang artinya makhluk hidup dan rtyhm yang berarti ritme atau irama. Keduanya saling terkait satu sama lain, dilihat dari konsep yang sederhana yaitu ritme yang merupakan salah satu stimulus dan makhluk hidup merupakan organisme yang akan menangkap,mengolahnya serta menafsirkannya dalam bentuk efek yang diregulasi oleh sistem syaraf makhluk hidup itu sendiri.
Salah satu penelitian dari Kelompok Studi Herpetologi yaitu tentang Bioakustik katak Fejervarya spp, Bolkay, dan Occidozyga sumatrana (Peters, 1877), di area persawahan Desa Sinduadi Kecamatan Mlati, Sleman Yogyakarta. Penelitian tersebut mengulas frekuensi dari masing-masing spesies dan menghubungkan hal tersebut dengan kehidupannya seperti halnya mencari pasangan, komunikasi, menerima atau menolak ajakan dari katak jantan maupun betina, serta menandakan wilayah teritori. Perbedaan jenis suara yang ditimbulkan pada masing-masing spesies diregulasi oleh otot dan saccus vokalis sehingga menggetarkan pita suara. Organ yang meregulasi juga dapat dilihat dibawah leher yang dapat menggelembung dan biasanya berdinding tipis.
Musik tidak hanya hadir pada organisme seperti katak, namun makhluk hidup uniselluler (E.colli) juga merespon tentang hadirnya musik. Hal ini disampaikan oleh perwakilan dari Komunitas SynBio, bahwa ketika bakteri diberi suara musik mereka akan bergerak dengan pergerakan yang berbeda berdasarkan tingkat frekuensinya. Menurut yang disampaikan oleh bapak Drs. Abdul Rahman Siregar, M.Si.Hal itu diyakini dikarenakan bakteri tersebut memang dapat bergerak karena mempunyai flagella, namun pergerakan tersebutmerespon pada getaran dari frekuensiyang dihasilkan oleh musik itu sendiri.
Pada umumnya ada beragam suara yang dapat didengar oleh makhluk hidup seperti landsounds (air mengalir,ombak beriak,suara air terjun,gemerisik angin,dan lain-lain), suara bising di lalu lintas oleh kendaraan bermotor dan di langit oleh pesawat terbang, suara makhluk hidup (kicauan burung, orang bercakap-cakap, dan makhluk hidup lainnya). Bentuk suara tersebut masing-masing mempunyai frekuensi yang berbeda.
Menurut yang disampaikan oleh bapakSusilo Hadi, M.Si,Ph.D.Reseptor stimulus dari suara atau musik pada manusia akan diterima oleh Porus acusticus externus(lubang telinga) kemudian akan dilanjutkan menuju saluran telinga, membrana timpani, malleus, stapes, koklea, saluran setengah lingkaran,hingga saraf pendengar. Stimulus tersebut akan diproses didalam telinga tengah dan telinga dalam yang kemudian akan dilanjutkan ke saraf pendengar yang berfungsi meneruskan rangsangan dari reseptor ke otak. Saraf pada umunya terdiri dari dendrit,badan sel,dan akson, kemudian satu akson ke akson yang lain dihubungkan oleh neurotransmitter. Neurotransmitter pada umunya berwujud zat kimia.
Dalam hal ini hormon dopamin akan bekerja sebagai neurotransmitter, karena menyebabkan kenyamanan tersendiri apabila mendengarkan musik. Oleh karena itu, jawaban dari pertanyaan “mengapa makhluk hidup dapat menghasilkan efek yang berbeda ketika mendengarkan musik?”yaitu pada dasarnya tergantung pada kondisi kebatinan dan psikologis pada makhluk hidup tersebut, karena stimulus yang diterima adalah sama dan organ yang meregulasi fisiologis nya pun sama. Hal ini pun memunculkan fakta bahwa musik menyebabkan kecanduan, didukung oleh neurotransmitter itu sendiri yakni Hormon Dopamin. Tentunya hormon dopamin bukan hanya bekerja untuk musik, tetapi sama halnya Love, dan food.
Dengan diadakannya Forum Diskusi Ilmiah ini, peserta diharapkan lebih dapat memilih musik yang baik. Karena, ketika kita mendengarkan musik, tubuh terutama sistem saraf akan memainkan perannya, dan Dopamin merupakan Hormon yang sangat mudah terpengaruh. Ketika kita berekspektasi galau terhadap musik yang didengar maka output dari pikiran kita punakan galau. Oleh karena itu berbijak lah dalam hal memilih musik karena hal itu berkaitan dengan perasaan. (Rikha/BEM Biologi)