Salimul Akidah (Akidah yang lurus) adalah salah satu yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Bersama Ustadz Andi Alif Rahman, Lc., pada hari Rabu, 21 September 2016, Kajian Islam Pekanan (KIP) hadir dengan tema akidah 2 yang merupakan kelanjutan dari dua pecan lalu yaitu akidah 1. Sebelum dimulai kajian, mahasiswa biologi 2016 pada pukul 16.00 sudah berada di Ruang V Fakultas Biologi UGM untuk mengerjakan post test dari kajian minggu lalu, untuk mereview agar materi-materi yang diberikan tetap tertanam.
Jika berbicara tentang akidah, tidak akan lepas dari firman Allah pada surat Al-A’raf (7) : 172 yang berbunyi “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak-cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”
Mencari ilmu seperti berperang dimana tangan memegang pedang dan tangan kiri memegang tameng. Seseorang harus bersemangat dalam mencari ilmu akan tetapi harus tetap berhati-hati. Suatu hari, ada seorang pemuda muslim yang sejak duduk di sekolah dasar hingga SMA, tidak ada riwayat bersekolah di sekolah islam. Setelah lulus dari bangku SMA, pemuda tersebut mendapat beasiswa ke luar negeri. Di tanah rantau, dia bertemu dengan seorang atheis, dia bertanya pada pemuda muslim tersebut
“Apakah Tuhan itu ada? Jika ada bagaimana bentuknya?”
“Apakah setan di masukkan di neraka? Jika iya, bukankah setan terbuat dari api? Neraka juga terbuat dari api? Bukankah tidak ada pengaruhnya? Dengan demikian apakah Tuhanmu adil?”
Pemuda itu bingung menjawabnya kemudian dia mencari jawabannya. Dia kemudian bertemu dengan seorang yang alim, dan melontarkan pertanyaan yang sama seperti yang orang atheis itu tanyakan padanya. Seorang yang alim itu, menamparnya dan tidak memberikan jawaban. Pemuda itu pun bertanya mengapa beliau menamparnya. Orang alim itu akhirnya menanyakan apakah tamparan itu terasa sakit dan beliau meminta menunjukkan rasa sakitnya seperti apa bentuknya. Pemuda itu menunjukkan pipi dan bekas tamparannya. Sang alim berkata “Itu bukanlah sakit. Itu hanya bekas tamparan saja. Bagaimana bentuk sakit, kau sendiri tidak bisa menunjukkan bukan? Tapi bukankah rasa sakit itu tetap ada? Maka sama halnya seperti Tuhan, meskipun tidak terlihat, tidak tahu bagaimana wujudnya, Tuhan itu ada. Karena sesuatu yang tidak terlihat bukan berarti tidak ada.” Selanjutnya orang alim itu menjawab pertanyaan yang kedua “Wahai pemuda, pipimu dan tangaku, sama-sama dilapisi oleh kulit, tapi saat aku tampar, kau masih merasakan sakit. Begitu pula dengan setan, setan memang tercipta dari api dan neraka adalah api, akan tetapi mereka mempunyai unsur yang berbeda sehingga api neraka akan tetap bisa membakar api setan.
Ada kisah lain dari Abu Hanifah, beliau juga pernah bertemu dengan seorang pemuda atheis dengan beberapa pertanyaan. Abu Hanifah tidak menjawab menggunakan dalil yang ada karena beliau mengerti bahwa orang-orang yang tidak mempunyai keyakinan terhadap Tuhan, akan menolak jika hanya diberikan jawaban berupa dalil-dalil, maka saat orang atheis itu bertanya
“Kapan Tuhanmu ada? Waktu yang pasti, kapan Tuhanmu ada?”
beliau menjawab “Tuhanlah yang menciptakan waktu, jadi bagaimana Tuhan ada setelah waktu ada?”
“Kemanakah Tuhanmu melihat atau menghadap?” Pemuda atheis itu bertanya lagi.
“Tentu kau tahu sebuah lentera. Menurutmu, cahaya dari lentera itu menghadap ke arah mana? Bukankah cahayanya ke segala arah? Maka Tuhanpun demikian” jawab Abu hanifah.
“Apa bentuk Tuhanmu? Lalu dimana Tuhanmu berada?” Pemuda atheis itu terus bertanya
“Manusia hidup karena ada roh didalamnya. Tapi bukankah kau tidak tahu seperti apa wijud rohmu? Kemudian, ketika kau membawa sebotol susu murni, coba tunjukkan di sebelah mana lemaknya berada. Bukankah kau tidak bisa menunjukkan? Tapi kau yakin bukan bahwa di dalam susu itu di semua arahnya terdapat lemak. Itu benda, apa lagi Tuhanku.
Masih belum puas, pemuda atheis itu menanyakan pertanyaan yang lain.
“Jika semua sudah ditakdirkan, apa pekerjaan Tuhanmu?”
Dengan sabar beliau menjawab, “Tuhan meninggikan dan merendahkan derajad manusia”
Alam semesta tidak terjadi begitu saja, Allahlah yang menciptakan alam semesta. Dia lah yang Esa, Dialah yang wajib kita sembah. Maka sangat penting bagi seorang muslim untuk selalu mempelajari ilmu akidah, sehingga jika ada godaan atau paham-paham yang tidak sesuai dengan islam, tidak akan menggoyahkan keyakinan dalam diri seorang muslim.
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?” (Q.S. Ar-Rahman (55) : 26-28