Fakultas biologi melalui Keluarga Mahasiswa Pascasarjana menyelenggarakan talkshow dengan tema “Etnobotani Indonesia: Potensi dan Pemanfaatannya”. Talkshow ini menghadirkan 3 pembicara yakni Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra, M.A., M.Phil. dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Dr. Purnomo, M.S. dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada dan Ir. Yuli Widiyastuti, M.P. dari Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Kemenkes RI. Etnobotani merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang tanaman-tanaman khas pada tiap suku budaya dan pemanfaatannya sesuai dengan kearifan lokal. Etnobotani sendiri merupakan gabungan 2 kata yakni ethnos (Yunani: bangsa) dan Botani (ilmu yang mempelajari tumbuh-tumbuhan).
Talkshow ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada kalangan akademik tentang etnobotani di Indonesia. Peserta talkshow merupakan mahasiswa yang berasal dari berbagai universitas di jogja dan jateng baik dari jenjang S1 maupun S2 Selain itu terselenggaranya talkshow etnobotani, yang menghadirkan pembicara dari 3 bidang yang berbeda, diharapkan mampu menjadi langkah awal untuk sinergi pihak-pihak terkait mengenai etnobotani. Seperti yang disampaikan Dekan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc dalam pembukaan “Etnobotani merupakan ciri khas bangsa kita, dan kita sebagai generasi penerus bangsa harus mempelajari dan melestarikannya. Mempelajari etnobotani tidak bisa hanya dari sudut pandang biologi saja, kita juga harus melihat dari segi budaya, bagaimana suatu tumbuhan memiliki nilai budaya serta khasiat khusus yang hanya diketahui oleh suku budaya tertentu. Setelah belajar tentunya akan sampai pada hilirisasi, sehingga sinergi antara biologi, budaya dan hilirisasi produk-produk etnobotani merupakan hal yang penting”
Materi pertama disampaikan oleh Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra, M.A., M.Phil. mengenai etnobotani sebagai warisan dan jatidiri bangsa. Sebagai bangsa yang memiliki ratusan suku, Indonesia memiliki warisan budaya yang sangat kaya dan beragam. Budaya tersebut juga banyak mempengaruhi pemanfaatan tanaman dalam keperluan sehari-hari masyarakat Indonesia. Keragaman budaya itu sesungguhnya merupakan jatidiri bangsa Indonesia seperti yang disampaikan Prof. Heddy dalam materinya “Etnobotani merupakan pengetahuan suatu sukubangsa mengenai tumbuh-tumbuhan dan tanaman. Bangsa Indonesia ini merupakan bangsa yang kaya budaya. Jatidiri bangsa kita juga dapat dilihat dari etnobotani. Coba kita lihat ke negeri korea, ada ginseng korea, kalau di perancis ya anggur, anggur perancis. Kurma Arab, Jambu Bangkok nah itu jatidiri bangsa mereka, sedangkan kita punya 740an suku bangsa, kita juga punya banyak tanaman yang mampu jadi jatidiri bangsa. Contoh ubi, yang terkenal ya ubi cilembu, kalau lidah buaya ya lidah buaya Kalimantan. Itu jatidiri bangsa kita”
Materi kedua oleh Dr. Purnomo tentang keanekaragaman tumbuhan yang ada di Indonesia serta pemanfaatan nya dari ranah tradisional hingga modern. Indonesia merupakan negara mega-biodiversitas yang memiliki ratusan ribu jenis tanaman dan ribuan jenis tanaman yang mampu dimanfaatkan untuk pangan. “Indonesia merupakan gudangnya penelitian etnobotani, bayangkan saja ada sekitar 200.000 jenis tanaman di Indonesia, sekitar 3000 diantaranya bisa digunakan untuk keperluan pangan, tapi hanya 200 jenis saja yang sudah di domestikasi, ini kan peluang untuk penelitan sebenarnya. Penamaan lokal di Indonesia juga sangat beragam, polo saja ada macam-macam nama ada polo gantung, ada polo pendem ini membuktikan bahwa setiap kultur budaya di Indonesia memiliki etnobotani nya sendiri-sendiri”
Sedangkan pemateri ketiga, Ir. Yuli Widiyastuti, M.P. dari Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT), Kemenkes RI, berbicara tentang pentingnya riset etnomedisin. Puluhan hektar lahan hutan di Indonesia sudah berubah fungsi menjadi lahan sawit ataupun perkebunan. Hal ini sangatlah memprihatinkan karena sebagian besar tanaman obat masih belum dapat di budidayakan secara terbuka sehingga pemanfaatannya masih mengambil yang tersedia di alam. Hilirisasi produk-produk etnomedisin di Indonesia sendiri juga mulai dikembangkan, salah satunya adalah dengan adanya pusat saintifikasi jamu di tawangmangu. “Usaha untuk hilirisasi produk dari tanaman obat tradisional sudah dilakukan sejak lama, salah satunya adalah dengan RISTOJA (Riset Tanaman Obat dan Jamu). RISTOJA sendiri dimulai pada tahun 2012 di Pulau Pumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku hingga Papua. Selain RISTOJA, ada pula upaya untuk melakukan saintifikasi jamu, sehingga masyarakat menjadi lebih mengenal obat-obatan tradisional bangsa kita dan tidak takut untuk meminumnya”
Talkshow ini diharapkan mampu menjadi awal yang baik untuk mulai mengembangkan ilmu etnobotani untuk lebih mengenal bangsa Indonesia. Mengenal Indonesia melalui budaya dan biodiversitas, menuju bangsa yang memilki jatidiri dan berkualitas.