Masalah klasik yang sering dihadapi oleh mahasiswa baru ketika memasuki dunia perkuliahan adalah pilihan untuk mengikuti organisasi di kampus atau fokus terhadap pendidikan akademik. Oleh karena itu, pada hari Kamis 28 September 2017 Kajian Islam Pekanan hadir dengan judul “Aktivis Prestatif” dengan pembicara Fathin Naufal Nur Islam (Teknik Industri UGM 2013) untuk memberikan jawaban atas keresahan para mahasiswa. Sebelum pukul 16.00 WIB, peserta KIP sudah memasuki Ruang V Fakultas Biologi UGM untuk mengikuti kajian.
Kak Naufal memulai acara inti dengan dua pertanyaan. Pertanyaan pertama adalah apakah arti dari mahasiswa aktivis? Dan apakah arti dari mahasiswa berprestasi? Beberapa peserta menjawab kedua pertanyaan tadi. Kak Naufal menyampaikan bahwa saat menjadi mahasiswa aktivis hal pertama yang akan didapat adalah sotf skill dan mahasiswa berprestasi adalah mahasiswa yang menghasilkan sebuah “karya” atau yang didapatkan adalah hard skill. Biasanya saat seseorang berprestasi, maka salah satu outputnya adalah sertifikat. Akan tetapi, prestasi bukan hanya sebatas sertifikat. Sertifikat hanyalah bukti yang sah atas prestasi yang telah didapatkan. Sertifikat memang penting, namun bukanlah yang utama. Akan tetapi kondisi pada saat ini terutama di Indonesia yang menuntut seseorang untuk mendapatkan banyak sertifikat agar mampu menjadi orang yang sukses padahal hal tersebut kurang tepat. Kondisi tersebut menciptakan pribadi yang berambisi mendapatkan sertifikat bagaimanapun caranya dan yang paling memprihatinkan, sering kali tidak peduli apakah ilmu yang didapat dikuasai atau tidak.
Satu pertanyaan lagi dilontarkan oleh Kak Naufal tentang sebuah statement yang sering dikatakan oleh beberapa orang yaitu “IPK dan sertifikat itu tidak penting, yang lebih penting adalah soft skill.” Apakah kalimat tersebut benar? Jawabannya adalah salah. Kak Naufal menyampaikan bahwa pandangan tersebut salah karena baik hard skill dan soft skill penting untuk mencapai tujuan dalam dunia kerja maupun dalam kehidupan bermasyarakat meskipun prosentase antara hard skill dan soft skill yang digunakan berbeda.
Sebagai seorang muslim seharusnya mampu menjadi pribadi yang berprestasi dan memiliki akhlak yang terpuji. Akhlak dalam konteks ini juga meliputi soft skill. Apabila pemuda muslim tekun dan ulet dalam bidangnya maka suatu negara akan menjadi negara yang maju. Kenyataannya di Indonesia, produk dalam negeri masih kalah bersaing dengan produk-produk luar negeri. Mulai dari makanan hingga barang-barang elektronik didominasi oleh produk luar negeri. Pemuda Indonesia banyak yang kurang berkembang karena orientasi yang dikejar adalah hard skill berupa nilai, IPK dan sertifikat.
Sering kali, mahasiswa baru khawatir apabila akademik mereka terutama nilai, menjadi turun ketika menjadi aktivis di organisasi. Banyak yang khawatir apabila tugas banyak yang tidak terselesaikan karena harus menyelesaikan tugas di organisasi. Kunci dari seimbangnya akademik dan non akademik adalah kemampuan seseorang dalam managemen waktu. Seorang muslim seharusnya memiliki kemampuan dalam mengatur waktu karena salah satu sifat yang wajib dimiliki oleh seorang muslim adalah teratur dalam urusan.
Dalam menjalani proses kehidupan, pasti akan mengalami fase di bawah seperti belum berhasil mencapai sesuatu yang diinginkan. Akan tetapi tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah. Seperti yang telah Allah firmankan dalam Al-Quran Surah Yusuf ayat 87 yang berbunyi :
“ Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. “
Para pemuda sering kali melupakan untuk selalu berdoa dan berharap pada Sang Mahapemilik waktu. Padahal Allahlah yang menentukan keputusan apakah kita diizinkan untuk mendapatkan apa yang ditargetkan. Seorang muslim harus senantiasa berikhtiar dengan sebaik-baiknya dan sisanya, harus diserahkan kepada Allah. Kak Naufal menegaskannya dalam salah satu motto hidupnya “Do the best, the rest, leave it to Allah“ . Kak Naufal menambahkan, orang-orang yang berhasil adalah orang-orang yang tidak gentar bermimpi besar. Mimpi besar dan tekad yang kuat serta sikap tawakal kepada Allah, maka akan menuntun pada keberhasilan. Seperti tokoh muslim yaitu Muhammad Al-Fatih yang mampu menaklukkan konstantinopel. Materi inti KIP ini akhiri oleh Kak Naufal dengan sebuah kata-kata motivasi;
“Bukan kemampuan yang membuatmu yakin, namun keyakinanlah yang membuatmu mampu.” (Fathin Naufal Nur Islam)