Kampung Satwa (KS) merupakan komunitas pecinta satwa yang berlokasi di Desa Sumberagung, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu program KS adalah sebagai lokasi konservasi satwa ex situ sekaligus menjadi desa wisata edukasi. Demi mendukung program tersebut, pihak KS dan Fakultas Biologi UGM menjalin kerja sama dalam bentuk pengelolaan sampah/limbah organik menjadi produk yang bermanfaat. Inisiasi yang telah dilakukan pada Bulan Desember 2021 tersebut dilanjutkan dengan implementasi dalam skema Pengabdian kepada Masyarakat-Merdeka Belajar Kampus Merdeka (PkM-MBKM) pada tahun 2022 ini, dengan tujuan memberikan tambahan ilmu, pelatihan/praktik secara langsung, dan pendampingan dalam pengolahan limbah/sampah organik. Kegiatan ini berlangsung dalam dua Tahap: Tahap I adalah pengolahan sampah organik dapur dan Tahap II adalah pengolahan limbah kotoran ternak. Kegiatan ini diketuai oleh Laksmindra Fitria, S.Si., M.Si. selaku Dosen Pembimbing dan beranggotakan lima mahasiswa, yaitu: Albert Lonardo, Chalivya Aska Rarafifi, Enggal Prayogo, Putri Dian Islami, dan Tantri Ajeng Salma S yang tergabung dalam Tim Komposter.
Kegiatan PkM-MBKM Tahap I dibagi menjadi lima subtopik, di mana setiap mahasiswa menjadi PIC dalam pelaksanaannya. Kelima subtopik tersebut adalah: Survey mengenai informasi limbah/sampah organik di KS dan pengetahuan warga mengenai pengelolaannya, pelatihan pembuatan ekoenzim, pelatihan pembuatan kompos dengan metode Takakura, pendampingan, dan percobaan aplikasi ekoenzim dan kompos Takakura pada tanaman. Kegiatan survey dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 2022 di Balai Pertemuan yang berlokasi di halaman Masjid At-Tabligh, dihadiri oleh Bapak RT, Ketua Kelompok Tani (Poktan), Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT), dan perwakilan Dasawisma. Survey diawali dengan sosialisasi rencana kegiatan PkM-MBKM dilanjutkan dengan pembagian borang untuk diisi oleh setiap kepala keluarga (KK). Dari 34 KK, 11,76 % telah memanfaatkan sampah organik dapur menjadi pupuk, 26,47 % sudah pernah mencoba namun belum berhasil, dan 61,77 % belum mengetahui cara mengolahnya.
Pelatihan pembuatan ekoenzim dan kompos Takakura dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2022 di tempat yang sama, dihadiri oleh 15 orang sebagai perwakilan Kelompok Wanita Tani (KWT) dan 5 Dasawisma (Anggrek 1-5). Kegiatan diawali dengan paparan singkat mengenai pengenalan, cara pembuatan, serta manfaat ekoenzim dan kompos Takakura, dilanjutkan dengan praktik secara berkelompok. Kedua metode ini dipilih karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga saling melengkapi. Acara ini disambut dengan antusias oleh para peserta pelatihan karena prosesnya yang relatif mudah dan murah sehingga dapat diterapkan dalam rutinitas sehari-hari.
Meskipun relatif mudah, pembuatan ekoenzim dan kompos Takakura dapat mengalami kegagalan karena berbagai faktor. Oleh karena itu para mahasiswa Tim Komposter melakukan pendampingan secara reguler berupa kunjungan rutin setiap dua pekan selama proses berlangsung (3 bulan) mulai dari tanggal 22 Mei-22 Agustus 2022. Kunjungan ini bertujuan untuk memantau perkembangan produk, mengasah keterampilan dan konsistensi warga, serta memberikan solusi terhadap kendala yang ditemukan selama pembuatan ekoenzim dan kompos Takakura. Warga secara proaktif mengkonsultasikan permasalahan yang dihadapi sehingga program ini dapat dilanjutkan. Masalah utama yang dihadapi warga adalah: ekoenzim terkontaminasi, kompos terlalu basah atau terlalu kering, dan warga belum rutin/konsisten dalam melaksanakan program ini.
Antusiasme terhadap pelatihan ini dapat dilihat dari yang semula dialokasikan lima paket (ekoenzim+keranjang Takakura) kemudian warga berminat untuk menambah jumlah paket. Oleh karena itu, pada tanggal 12 Juni 2022 Tim Komposter menyelenggarakan pelatihan ke-2 atas permintaan warga KS yang belum sempat hadir dalam pelatihan sebelumnya. Pada tanggal 22 Agustus 2022 dilakukan pemanenan hasil pelatihan ke-1. Setelah dilakukan pendampingan, pembuatan kompos Takakura menunjukkan tingkat keberhasilan 100% sedangkan ekoenzim 80%. Kompos Takakura selanjutnya akan digunakan oleh warga untuk bercocok tanam dan sebagai campuran untuk membuat kompos Takakura berikutnya.
Percobaan skala laboratorium yang dilakukan oleh Tim Komposter menunjukkan bahwa perendaman biji beberapa jenis sayuran menggunakan ekoenzim berdampak positif terhadap perkecambahan dan pertumbuhan dibandingkan tanpa perendaman. Ekoenzim selain untuk pupuk cair dan bahan campuran pembuatan kompos Takakura juga dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan rumah tangga seperti mencuci piring dan pakaian, mengepel lantai, hingga membersihkan kandang ternak dan memelihara kebersihan dan kesehatan lingkungan. Hal ini sesuai dengan masterplan Kampung Satwa sebagai kawasan wisata edukasi yang dituntut senantiasa bersih, sehat, dan asri. Pada akhir Bulan September 2022 ini akan dilaksanakan pemanenan hasil pelatihan ke-2 dan percobaan aplikasi kedua produk tersebut pada beberapa jenis tanaman. [Tim Komposter]