Yogyakarta – Fakultas Biologi UGM memperkenalkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) kepada Mahasiswanya melalui kegiatan “Seminar HKI” yang diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Pascasarjana (KMP) di Ruang Sidang Bawah Fakultas Biologi UGM (20/11/15). Seminar HKI dihadiri oleh Mahasiswa S1, S2, dan S3 Fakultas Biologi UGM.
Seminar yang bertemakan “HKI sebagai aset non-fisik Fabiogama” tersebut menghadirkan Dra. Sri Sulistyani, M.Sc. (Pemeriksa Paten Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual), Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc. (pemilik paten Bio-Catharantus) dan Dr. Endang Semiarti, M.S., M.Sc. (pemilik paten metode transformasi genetik tanaman anggrek) sebagai narasumber.
Kegiatan Seminar HKI dibuka secara resmi oleh Dekan Fakultas Biologi UGM, Prof. Dr. Suwarno Hadisusanto, S.U. Dalam sambutannya, Suwarno menilai bahwa masyarakat Indonesia memiliki tingkat kesadaran yang lebih rendah akan HKI dibanding Negara-Negara lain, selanjutnya ia juga berharap melalui kegiatan ini HKI dapat lebih memasyarakat.
“Sebenarnya kita memiliki banyak potensi Hak Cipta dan Paten. Namun karena kesadaran akan HKI yang kurang, menyebabkan kita tidak pernah mengurusi perlindungan hukumnya. Kita masih kalah dengan Negara-negara lain, sebut saja China dan Jepang hingga Singapura itu berbondong-bondong dan serius mengurusi Hak Cipta dan Patennya.” Terang Suwarno. “Saya menyambut baik kegiatan Seminar HKI ini dan menaruh harapan yang besar agar Hak Cipta dan Paten dapat memasyarakat, terutama agar kekayaan-kekayaan Indonesia tidak lagi diklaim oleh Negara-negara tetangga.” Tegasnya.
Hak Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptaannya atau invensinya. HKI memiliki banyak manfaat mulai dari apresiasi terhadap karya hingga menghasilkan kekayaan.
“Hal pertama yang menjadi manfaat HKI adalah apresiasi atas kerja keras kita. Selanjutnya ia bisa membuat kita menjadi kaya. Sebut saja, Raditya Dika, Penulis Milyarder oleh karena Hak Cipta atas buku-bukunya. Bagi Dosen/Peneliti, HKI itu bisa menjadi KUM untuk kenaikan pangkat dan juga royalti jika sudah masuk industri.” Ujar Pak Budi yang juga tercatat sebagai pemilik merk ‘melon hikapel’ yang sudah masuk industri.
Hak Kekayaan Intelektual juga dapat berupa penemuan metode baru, seperti paten metode transformasi genetik yang dimiliki oleh Bu Endang. “Paten itu bukan hanya berkenaan dengan produk baru. Teknik atau metode juga dapat dipatenkan. Suatu metode yang bisa dilakukan dengan mudah, dengan waktu yang lebih singkat, dan dengan biaya yang lebih murah, serta dengan hasil yang lebih maksimal, bisa dipatenkan,” Jelas Bu Endang yang juga tercatat sebagai pemilik paten metode transformasi genetik oleh WIPO (World Intellectual Property Organization).
Apa saja invensi yang bisa dipatenkan sebagai aset non-fisik fabiogama? Bu Any (panggilan akrab Bu Sri Sulistyani) memaparkan dua kategori yang bisa dipatenkan oleh fabiogama.
“Ada dua kategori yang bisa dipatenkan oleh fabiogama. Kategori pertama adalah Produk, misalnya strain mikroorganisme, sekuen DNA, vektor rekombinan, ekstrak tanaman, serta komposisi makanan/pakan, dan sebagainya. Kategori kedua adalah Proses, misalnya proses isolasi, proses memproduksi senyawa yang menggunakan mikroorganisme, proses pembuatan makanan, serta penggunaan mikroorganisme untuk mengontrol hama, dan sebagainya,” Terang Bu Any seraya mengajak dan memotivasi Dosen/Peneliti dan Mahasiswa Fakultas Biologi UGM untuk lebih giat lagi berusaha dan berupaya mengurus HKI atas setiap karya intelektualnya.
Seminar HKI ditutup dengan acara penyerahan kenang-kenangan oleh Dekan Fakultas Biologi UGM kepada Dra. Sri Sulistyani, M.Sc. yang dilanjutkan dengan foto bersama peserta seminar.