Tumbuhan ini sering dijumpai di pantai selatan Jawa. Bentuknya berupa lembaran yang berwarna hijau. Di Yogyakarta, ganggang ulva cukup melimpah dan banyak dijumapai di pantai Kukup, Grono, Sundak, Krakal dan Wediombo.
Berawal dari kegiatan program kreativitas mahasiswa, Shinta bersama teman-temannya meneliti ganggang ini. Mereka kemudian mengajak masyarakat nelayan yang hidup di sekitar pantai Kukup untuk mengolah gangang ulva menjadi kripik. Sesuai dengan namanya, kripik olahan ini pun dinamakan ‘kripik Ulva’.
“Kripik Ulva sebagai inovasi olahan makanan berupa kripik dengan bahan dasar ulva. Hal ini dilatar belakangi dari fakta inovasi yang telah dikembangkan oleh Negara Jepang, yang telah mengolah Ulva sebagai pembungkus makanan sejenis lemper,” kata Shinta ditemui di sela-sela pameran penelitian “Research Week” di Grha Sabha Pramana, Rabu (14/7).
Berdasarkan hasil penelitian Shinta, kandungan gizi dari keripik ulva berupal mineral 2,59 persen, serat 11,5 persen, dan protein 4, 88 persen.
Pengolahan ganggang ulva jadi keripik dengan menggandeng kelompok usaha bersama masyarakat Forum Mitra Bahari yang berlokasi di areal pantai Kukup, kecamatan Tanjungsari, Gunung Kidul. Pemanfaatan ganggan ulva tentunya memberikan tambahan kesejahteraan bagi masyarakat nelayan yang tinggal di sekitar pantai. Saat ini, untuk ganggang ulva mentah dijual Rp 20.000,00 per kg, sedangkan dalam bentuk keripik dijual Rp 60.000,00 per kg.
“Untuk ukuran bungkusan kecil 40 gram, kita jual Rp 3.000,00,” katanya.
Dihubungi secara terpisah, Dosen biologi UGM Ludmila Fitri Untari, M.Sc, menuturkan makanan ganggang ulva memang berkhasiat untuk anti kanker dan bio anti helmintika (obat cacing alami). “Selama ini belum dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai makanan alernatif. Di Negara lain seperti di Jepang , China dan Filipina sudah digunakan sebagai salad sayur,” kata Untari.
Meski sudah mengajak masyarakat untuk membudidayakan ganggang ulva, menurut Untari masih menyisakan sedikit masalah. Salah satunya, masyarakat yang belum tahu cara memanen ganggang ini dengan cara mencungkil. “Mereka memanen seperti mencabut tanaman kacang saja, cabut hingga ke akarnya, akibatnya ganggang tidak tumbuh lagi. Seharusnya dipotong saja untuk disisakan beberapa cm saja agar bisa tumbuh lagi,” kata pakar Fikologi ini.