• UGM
  • Portal Simaster
  • IT Center
  • Webmail
  • KOBI
  • Bahasa Indonesia
    • English
  • Informasi Publik
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
Fakultas Biologi
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi, Misi & Tujuan
    • Organisasi
    • Staff
      • Tenaga Pendidik
      • Tenaga Kependidikan
      • Kepakaran dan Topik Riset Dosen
    • Fasilitas
      • Laboratorium
      • Kebun Biologi
      • Perpustakaan
      • Museum Biologi
      • Konsultasi Kesehatan Mental
    • Galeri
      • Gedung Fakultas
      • Museum Biologi
      • Penelitian
      • Gama Melon
  • Akademik
    • Program Sarjana
      • Visi, Misi, dan Tujuan
      • Matakuliah S1
      • Pendaftaran Skripsi
      • Pendaftaran Ujian Skripsi
      • Pendaftaran Yudisium
      • Pendaftaran Wisuda
      • Klaim MK Ekstrakurikuler
    • IUP
    • Program Profesi
      • Apa itu PKKH ?
      • Sejarah Pendirian Program Studi PKKH
      • Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Program Studi PKKH
      • Kompetensi Lulusan Program Studi PKKH
      • Bahan Kajian dan Profil Lulusan Program Studi PKKH
      • Kurikulum Program Studi PKKH
      • Pendaftaran Mahasiswa Baru PKKH
      • Informasi dan FAQ Program Studi PKKH
    • Program Magister
      • Deskripsi Program Magister Biologi
      • Mata Kuliah S2
      • Struktur Kurikulum Program Magister
      • Info Pendaftaran
      • PENDAFTARAN UJIAN KOMPREHENSIF
      • Pendaftaran Ujian Tesis
      • pendaftaran yudisium
      • Pendaftaran Wisuda
      • Tracer Study
    • Program Doktor
      • Visi, Misi, Tujuan, & Sasaran Program Doktor Biologi
      • Kurikulum Program Doktor
      • Info Pendaftaran
      • Pendaftaran Ujian Komprehensif
    • Akreditasi dan Jaminan Mutu
  • PENELITIAN & PENGGABDIAN
    • Pengelolaan Sampah
  • Kerja Sama
  • Alumni
    • Berita Alumni
    • BCADC (Web Alumni)
    • Data Kabiogama Pascasarjana
    • Data Kabiogama Sarjana
  • Beranda
  • Rilis Berita
  • Quo Vadis Biologi di Indonesia : Peran dan Status Biolog di Negara Mega Biodiversitas

Quo Vadis Biologi di Indonesia : Peran dan Status Biolog di Negara Mega Biodiversitas

  • Rilis Berita
  • 30 Maret 2017, 08.02
  • Oleh: dedieko
  • 0

Ditulis oleh : Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr Sc.*

Budi Setiadi Daryono (Jawa Pos Photo)Tulisan ini disusun bersamaan dengan pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS) Konsorsium Biologi Nasional (KOBI) pada tanggal 20-21 Maret di Purwokerto. Semoga tulisan ini juga diterbitkan bersamaan dengan masa menunggu siswa dan siswi kelas 12 SMA di seluruh Indonesia yang telah mendaftarkan diri pada SNMPTN 2017. Seluruh siswa-siswi tersebut kini sedang melalui tahapan seleksi SNMPTN yang hasilnya akan diumumkan pada tanggal 26 April mendatang. Diantara sekian banyak jurusan yang dipilih, akan ada berbagai pertimbangan dan pertanyaan berkaitan dengan prospek kerja, kesesuaian minat, serta pengemabangan karir masa depannya.

Jika melihat data peminat Biologi pada Program Sarjana khususnya, terlihat kecenderunganya stagnan kalau tidak  malah cenderung menurun pada beberapa PTN dan PTS tertentu di Indonesia. Biologi yang mendalami keilmuan di bidang hayati menjadi jurusan yang kurang familiar dan rentan dengan berbagai pertanyaan pragmatis. Dari sekian pertanyaan yang disampaikan terhadap pemilihan minat Biologi, maka pertanyaan yang paling umum dan klasik baik sebelum maupun pada saat orientasi kampus mahasiswa adalah “Kuliah di jurusan Biologi memang bisa apa dan akan menjadi apa?”. Beruntung bagi mahasiswa yang memang menyenangi dan mendalami Biologi sebagai sebuah keilmuan, jawabannya kurang lebih pastilah sama dan sederhana : “Karena saya suka dan cinta Biologi, atau jawabanya yang umum karena saya nanti ingin jadi guru atau dosen, atau peneliti di lembaga penelitian.”

Kemudian bagaimana dengan mereka yang mungkin, merasa terjerembab dan tidak cocok  dengan jurusan atau minat ini? Bagaimana pula dengan yang memang tertarik ingin menempuh minat Biologi murni, namun masih ragu-ragu karena tidak terlihat menjanjikan? Bagaimana peran penting serta keunggulan sebagai Biolog di Indonesia? Hal ini dapat menjadi sebuah pembahasan menarik mengingat keilmuan Biologi masih dipandang kurang ‘bergengsi’ dan prospektif oleh umumnya masyarakat di Indonesia jika dibandingkan jurusan lain semisal kedokteran, ekonomi, hukum, fisipol, psikologi, atau teknik. Padahal, menjadi seorang Biolog bukan sekadar menjadi guru, peneliti atau dosen saja. Menjadi seorang Biolog berarti mempelajari serta menerapkan kaidah penelitian ilmiah untuk memberikan solusi terbaik bagi alam, makhluk hidup, dan kehidupan. Sebagai contoh dari data jenis pekerjaan yang dimiliki oleh alumni Fakultas Biologi UGM tercatat kurang lebih 56 jenis pekerjaan yang ditekuni oleh para alumni Biologi, sebut saja Embriologis pada Human In Vitro Fertilization, Bioteknologis, Mikrobiologis, Konsultan dan Analis Linkungan, Konservasionis, Kurator Museum, Perekayasa Genetik, Analis Bioinformatik, Quality Control proses dan produk industri, Pemulia Hewan dan Tumbuhan serta masih banyak jenis pekerjaan yang dilakukan para Biolog dalam dunia kerjanya.

Meskipun demikin, harus diakui perkembangan keilmuan Biologi sebagai fundamental Science atau ilmu dasar di Indonesia kenyataanya kurang bersinar, jikalau tidak memprihatinkan. Hal ini dapat terjadi karena Biologi sebagai Rumpun  Keilmuan yang cukup luas cakupannya berupa Bonggol/Cabang Keilmuwannya dianggap belum mampu memberikan prospek profesi selain guru, dosen dan peneliti di lembaga penelitian. Kondisi ini juga diperparah dengan minimnya perhatian pemerintah terhadap profesi dosen dan ilmuwan di bidang Biologi di Indonesia, sehingga mereka yang memang ingin mendalami Biologi dan cabang-cabang keilmuannya, tentu saja akan merasa lebih menguntungkan jika bekerja di bidang atau sektor lainnya. Belum adanya Departemen atau setingkat Kementrian yang secara langsung mengembangkan potensi profesi Biolog juga berimplikasi pada ketidakjelasan jenis pekerjaan yang umumnya bermuara pada Kementrian atau Departemen terkait.

Di tingkat dunia juga terlihat ketidakberfihakannya terhadap Biologi dan Para Biolog. Sebagai contoh meski jumlah peraih Nobel Bidang Kedokteran dan Fisiologi lebih banyak disandang oleh Para Biolog dibandingkan Para Dokter kesehatan, namun ironisnya tidak ada kategori Nobel bidang Biologi untuk penelitian dan para peneliti di bidang Biologi, lain halnya dengan Nobel di bidang Kimia dan Fisika.

Keprihatinan tersebut semakin terbukti, sebagaimana yang dilaporkan oleh Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iskandar Zulkarnain, bahwa jumlah ahli pengelompokan jenis flora dan fauna (Taksonom) yang merupakan cabang ilmu krusial dalam Biologi di Indonesia ‘sangat memprihatinkan dan tidak seimbang dengan jumlah keanekaragaman hayati tanah air yang begitu melimpah. Menurutnya, dari sekitar 9000 peneliti di Indonesia, ahli taksonomi hanya berjumlah 174 orang. Padahal berdasarkan data World Conservation Monitoring Centre of the United Nations Environment Programme (UNEP-WCMC) yang dirilis pada tahun 2004, Indonesia menempati peringkat ketiga keanekaragaman hayati terbesar dengan kategori sebagai negara dengan jumlah spesies mammalia terbanyak pertama dan spesies ikan terbanyak kedua di dunia.

Fakta ini menunjukan bahwa Indonesia sebagai biodiversity hotspot membuka banyak sekali kesempatan untuk diteliti dan dikembangkan oleh orang-orang yang mendalami Biologi. Sehingga seharusnya Biologi bagi Indonesia adalah prioritas utama dalam menjaga, mengelola, memanfaatkan dan melestarikan keanekaragaman hayati bangsa dan dunia.

Biologi sebagai ilmu pengetahuan dibidang kehayatan (life sciences), dalam implementasi yang optimal telah terbukti meningkatkan nilai tambah yang bermanfaat bagi pembangunan pada berbagai sektor kehidupan umat manusia dan kelestarian lingkungan hidup. Temuan-temuan dibidang biologi telah dapat melestarikan  keanekaragaman hayati dan memberikan nilai tambah khususnya dalam sektor kesehatan, pertanian, industri dan lingkungan.

Sebagai contoh, kekayaan sumber daya mikrobia asli Indonesia dapat dikembangkan menjadi sumber antibiotik baru yang bernilai lebih seperti Streptomyces indonesiensis dan Streptomyces cangkringensis yang ditemukan dari daerah sekitaran kaki Gunung Merapi, Yogyakarta. Tanaman indigenous yang dimiliki Indonesia pun memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai sumber fitofarmaka yang unggul, sebut saja buah merah (Pandanus conideus Lam.) yang berasal dari pedalaman Papua. Banyaknya kekayaan yang dapat digali dan dikembangkan kemanfaatannya untuk masyarakat sesungguhnya merupakan sebuah ‘panggilan’ terhadap profesi dosen dan peneliti di bidang Biologi untuk sekiranya lebih proaktif dalam menggali potensi-potensi tersebut dan mengembangkannya dengan bijaksana.

Sesungguhnya terdapat beberapa profesi sebagai Biolog yang mungkin belum banyak dilirik dan dipertimbangkan masyarakat Indonesia namun memiliki prospek profesi yang cukup menjanjikan. Beberapa diantaranya adalah tenaga konservasi sumber daya alam di taman nasional, pelaku industri di bidang penyelia bahan dan alat penunjang penelitian, illustrator buku-buku pendidikan terutama pada ranah ilmu hayati, Kurator Museum, Bioteknologis seperti ahli kultur jaringan dan stem cell, pemulia hewan/tanaman (breeder), Biologi Forensik, Embriologis, Mikrobiologis dan teknisi quality control (terutama di bidang pengolahan limbah dan baku kualitas air). Kesemua profesi di atas sesungguhnya masih membutuhkan banyak ahli dari bidang keilmuan Biologi, sehingga masih membuka jalan bagi mereka yang memang ingin mengembangkan dirinya dengan segenap jiwa raga sesuai minat dan bakat yang dimiliki anak bangsa.

Akhir kata, dibutuhkan perhatian dan penanganan yang serius dari segenap elemen yang bersinggungan dengan pengembangan bidang dan minat keilmuan Biologi; baik itu guru sekolah menengah dan atas, dosen di perguruan tinggi, mau pun pemerintah (dalam hal ini Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan khusunya Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi bersama Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dalam pengembangan profesi Biolog) dalam menunjang serta mempersiapkan Biolog yang unggul. Karena saya percaya, membentuk generasi Biolog yang unggul dapat memberikan kontribusi dan solusi luar biasa dalam bidang pendidikan, maritim, pertanian, lingkungan hidup dan kesehatan di Indonesia yang mampu mempercepat pemenuhan cita- cita bangsa Indonesia sendiri dalam memajukan kesejahteraan umum untuk menjadi bangsa yang adil dan makmur.

*) Penulis merupakan Dekan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada dan Ketua Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI)

Akreditasi

Berita Terakhir

  • Talk Show Bedah Buku Dinamika Golongan Darah Sistem ABO dan Donor Darah dalam Rangka Lustrum XIV Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada
  • Pemaparan Hasil Penelitian dan Kelanjutan Kemitraan Fakultas Biologi UGM dengan CV Madana Central Cosmetics
  • Perancangan Program MBKM Membangun Desa: Optimalisasi Kebun Buah Tlatar sebagai Sentra Buah dan Desa Wisata
  • MAHASISWA PROGRAM SARJANA DAN PASCASARJANA FAKULTAS BIOLOGI UGM MENGIKUTI WORKSHOP PENGKAYAAN MATERI UNTUK KEGIATAN MERDEKA BELAJAR KAMPUS MERDEKA (MBKM) DAN PENELITIAN DI BBLABKESLING-SALATIGA
  • Asesmen Lapangan Akreditasi LAMSAMA untuk Program Studi Magister dan Doktor Biologi Fakultas Biologi UGM
Universitas Gadjah Mada

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS BIOLOGI
Jalan Teknika Selatan, Sekip Utara,
Yogyakarta 55281
biologi-ugm@ugm.ac.id
Telepon/Fax: +62 (274) 580839

Tentang Kami

  • Sejarah
  • Organisasi
  • Staff
  • VISI, MISI & TUJUAN
  • Biodiversitas
  • Informasi Publik

KEMAHASISWAAN

  • Pelayanan Mahasiswa
  • Organisasi Mahasiswa
  • Pengajuan Kerja Praktik Lapangan
  • Izin Penelitian Lapangan

Akademik

  • Peraturan Akademik
  • Pengumuman Akademik

Survei Kepuasan Layanan

  • Survei Layanan Akademik
  • Survei Layanan KASDM
  • Survei Layanan P2MKSA
  • Survei Layanan Laboratiorum
  • Survei Layanan K5L dan Driver

Akreditasi

  • Image 1
  • Image 2
  • Image 3

© 2024 FAKULTAS BIOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY