Oleh: Budi Setiadi Daryono, Ph.D.*
Berbicara tentang Bumi kita, tidak akan terlepas dari sejarah tentang asal usul kehidupan. Saat Bumi baru saja terbentuk sekitar 4,6 miliar tahun lalu, maka belum ada satupun bentuk kehidupan yang muncul, bahkan saat itu Bumi bukan tempat yang nyaman bagi kehidupan. Setelah melalui evolusi yang panjang, maka kehidupan di Bumi mulai terbentuk sekitar 3,5 miliar tahun lalu. Hal ini dapat diketahui dari struktur batuan kuno yang dikenal sebagai stromatolit. Stromatolit dihasilkan oleh mikroba yang membentuk selaput mikroba yang dapat memerangkap lumpur. Sampai saat ini stromatolit masih terus dihasilkan oleh mikroba dan memiliki kemiripan dengan stromatolit kuno.
Hingga saat ini Bumi menjadi satu-satunya planet layak huni di alam semesta ini. Berbagai teori diungkapkan oleh ilmuwan tentang awal terbentuknya kehidupan di Bumi. Salah satunya adalah teori Abiogenesis modern yang dicetuskan oleh Oparin, J.B.S Haldane, Harold Urey, dan Stanley Miller. Teori tersebut menyatakan bahwa gas penyusun atmosfer purba dapat membentuk asam amino dan basa nitrogen yang identik dengan penyusun asam nukleat pada makhluk hidup. Adanya tegangan listrik tinggi, radiasi UV, dan kondisi alam semesta saat itu menyebabkan terjadinya reaksi kimia yang membentuk bentuk awal kehidupan. Molekul yang dihasilkan secara Abiotik disebut protobion yang tidak dapat melakukan reproduksi namun dapat mempertahankan lingkungan kimia internalnya dari pengaruh lingkungan luar.
Milyaran tahun setelah kehidupan pertama terbentuk, maka makhlu hidup di Bumi telah bekembang dengan pesatnya, baik jumlah maupun jenisnya. Makhluk hidup di Bumi berevolusi mengikuti perubahan kondisi geologis Bumi. Hingga saat ini terdapat 17 negara yang dinyatakan sebagai Megadiversitas yaitu Australia, Kongo, Madagaskar, Afrika Selatan, Indoneia, India, China, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Brazil, Kolombia, Ekuador, Meksiko, Peru, Amerika dan Venezuela. Suatu Negara dianggap sebagai negara Megadiversitas jika memiliki luas area kurang dari 10% luas bumi namun menopang kehidupan 70% spesies bumi.
Para ilmuwan juga belum mampu memastikan seberapa besar keragaman makhluk hidup di bumi ini. Pada tahun 2016, diperkirakan terdapat 2 milyar hingga 10 milyar spesies makhluk hidup yang ada di bumi. Namun, hanya 1,6 milyar saja yang sudah dideskripsikan dan 80% lebih sisanya belum dideskripsikan. Hal ini menjadi peluang yang besar bagi para Biolog dalam mengungkap kekayaan Sumber Daya Hayati dunia.
Semakin tuanya umur bumi dan ledakan populasi manusia yang sangat besar menyebabkan beberapa spesies terancam kelangsungan hidupnya. Hotspot biodiversitas adalah suatu area yang memiliki keragaman biodivesitas tinggi namun memiliki potensi terancam kepunahan yang tinggi. Hingga saat ini terdapat 36 hotspot biodiversitas di bumi yang memegang peranan penting dalam mempertahankan keberlansungan kehidupan beberapa spesies bumi dan bahkan kehidupan bumi pada umumnya.
Indonesia merupakan negara yang masuk dalam salah satu hotspot biodiversitas dunia. Tak mengherankan lagi, pembangunan tak berkelanjutan dan industrialisasi lahan hijau yang sedang gencar terjadi di Indonesia menjadi acaman besar bagi kelangsungan hidup flora fauna. Sebut saja kasus kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera tahun 2015 yang menyebabkan kerusakaan jutaan hektar hutan di Indonesia dan menimbulkan kerugian ekonomi hingga 196 Triliun rupiah. Hilangnya lahan hutan tersebut jelas menyebabkan hilangnya habitat ratusan flora dan fauna yang mungkin saja hanya dijumpai di Indonesia. Kemudian kasus alih fungsi hutan menjadi lahan sawit yang mengambil paksa habitat orang utan, ular, dan satwa hutan lainnya. Tidak hanya itu alih fungsi hutan menjadi lahan sawit juga menyebabkan hilangnya cadangan air tanah dan penurunan produksi oksigen oleh flora hutan sehingga akan mengubah iklim dalam jangka panjang.
Lebih jauh, biodiversitas ekosistem laut Indonesia juga terancam oleh beberapa kasus seperti kasus tumpahan minyak Montara di Laut Timor pasca ledakan saat pengeoran minyak 2009 silam dan yang terbaru adalah kasus karamnya kapal pesiar Caledonian Sky yang merusak lebih dari 20 Ha terumbu karang di Kepulauan Raja Ampat yang setara dengan kerugian ekonomi sebesar 800 – 1200 milyar $ USA.
Pada peringatan hari Bumi ini sudah sepantasnya kita untuk lebih perhatian dengan kondisi bumi dan spesies makhluk hidup lainnya. Banyak peran yang dapat ‘dimainkan’ oleh para ilmuan Biologi dan kita semua sebagai upaya untuk mencari jalan keluar dari permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi dunia seperti ancaman kerusakan lingkungan, menurunnya kualitas kehidupan, ancaman terhadap kelangsungan hidup ekosistem global dan kepunahan keanekaragaman hayati dalam jangka panjang. Sehingga harapan kita bersama bahwa Bumi yang kita tinggali akan tetap lestari.
*) Penulis adalah Dekan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada serta Ketua Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI)