Melanoma maligna adalah jenis kanker yang menyerang kulit dan bisa menyebar ke organ lain dalam tubuh. Melanoma terbentuk ketika terjadi sesutau yang salah pada sel yang memproduksi melanin (melanocytes) yang memberikan warna pada kulit. Melanoma adalah salah satu efek negatif yang disebabkan karena sinar UV. Melanoma dapat muncul pada kulit yang normal, atau dapat berawal sebagai tahi lalat atau daerah lain pada kulit yang mengalami perubahan wujud. Beberapa tahi lalat yang timbul saat lahir dapat berkembang menjadi melanoma. Tahi lalat pada dasarnya tidak berbahaya, tetapi ada kemungkinan berubah menjadi melanoma, bentuk kanker kulit paling serius karena kemampuannya untuk menyebar.
Perubahan tahi lalat normal menjadi bentuk melanoma terkadang tidak disadari oleh kebanyakan masyarakat. Kanker kulit melanoma ini termasuk dalam jenis kanker kulit paing umum ke-19 di dunia. Menurut WHO, ada sekitar 3300 kasus melanoma baru yang terjadi di Indonesia tiap tahunnya. Walaupun terbilang jarang, tetapi kanker kulit jenis ini bisa bersifat fatal dan menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani dan didiagnosis sejak awal.
Melihat resiko fatal yang disebabkan oleh kanker kulit melanoma ini, sejumlah mahasiswa UGM dari Fakultas Biologi berusaha mencari alternatif solusi. Dwi Jami Indah Nurhasanah, Bening Larasati, Dea Febiansi dan Dhella Apriliandha Roshitafandi mencoba memanfaatkan labu siam untuk dijadikan bahan dasar pembuatan salep sebagai langkah alternatif pengobatan Melanoma maligna. Penelitian dilaksanakan dibawah bimbingan Dr. Budi Setyadi Daryono M.Agr.Sc Ph.D, melalui program Kreativitas Mahasiswa UGM tahun 2017.
Berdasarkan pengamatan, pada umumnya buah labu siam atau biasa disapa dengan sebutan waluh jipang dikalangan masyarakat dimanfaatkan untuk diolah sebagai bahan makanan untuk dikonsumsi. Labu siam merupakan salah satu hasil pertanian Indonesia yang setiap tahun meningkat produksinya. Selain itu, labu siam dapat hidup subur di lingkungan tropis. Labu siam memiliki khasiat yang baik untuk menunjang kondisi tubuh. Namun pemanfaatan labu siam untuk konsumsi menghasilkan limbah kulitnya yang mengandung getah.
Setelah diteliti lebih lanjut, ternyata dalam buah labu siam mengandung senyawa flavonoid dan saponin yang merupakan senyawa metabolit sekunder dan diketahui memiliki sifat aktif sebagai anti-kanker.
Penelitian mereka untuk menguji adanya kedua metabolit sekunder anti-kanker tersebut dilakukan dengan beberapa tahapan. Uji yang dilakukan oleh Indah dan tim terdiri dari uji kualitatif dan uji kuantitatif serta uji antiproliferasi menggunakan sel line yang memiliki sifat proliferasi yang sama dengan sel kanker. Sampel yang diuji berupa ekstrak labu siam dalam bentuk pasta.
Uji kualitatif yang dilakukan adalah uji Kromatografi Lapis Tipis sedangkan Uji Kuantitatif yang dilakukan adalah Uji Spektrofotometri.
“Labu siam yang kami uji dibagi menjadi tiga parameter berdasarkan ukuran buahnya dengan asumsi semakin besar ukuran buah maka umur dari buah tersebut semakin tua” Jelas Indah Kamis (13/7) di UGM
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa dari ketiga parameter umur labu siam yang digunakan, ketiganya mengandung senyawa saponin dan flavonoid. Kamudian tahap penelitian dilanjutkan dengan pembuatan salep dan untuk pengujian antiproliferatif didapatkan hasil positif bahwa ekstrak labu siam yang diujikan dapat menghambat pertumbuhan sel.
Pembuatan “Selasih Lalat (Salep Labu Siam untuk Tahi Lalat)” ini merupakan salah satu trobosan unik produk mahasiswa UGM Fakultas Biologi yang memanfaatkan Labu siam untuk mengobati kanker kulit Melanoma maligna serta mendukung pemanfaatan bahan alam sebagai alternatif obat yang masih jarang diketahui oleh masyarakat.