Akhir-akhir ini permintaan akan bahan pewarna tekstil semakin meningkat. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh tingginya angka produksi bahan tekstil yang membutuhkan berbagai macam warna, khususnya pewarna pada pakaian. Menurut API (2013), kebutuhan pakaian orang Indonesia rata-rata per kapita/tahun sebesar 7,5 Kg termasuk di dalamnya ada batik. Produksi kain batik per tahun itu adalah 20 juta meter. Jadi menurut perhitungan, khusus pakaian batik hampir 15 meter/kapita/tahun, dan untuk memproduksi ini membutuhkan pewarna sintetis. Akan tetapi saat ini pewarna sintetis yang digunakan umumnya tidak memenuhi kaidah lingkungan sehingga limbah buangan pewarna pun kini menjadi masalah yang cukup serius dari segi ekologi.
Untuk menanggulangi masalah tersebut, maka salah satu peneliti dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Biologi UGM yaitu Rizka Wardani Subrata yang dibimbing oleh Ibu Dr. Endah Retnaningrum,M.Eng meneliti mengenai Leuco Indigo sebagai salah satu solusi alternatif sebagai pewarna yang bersifat alami dan soluble terhadap air. Pewarna indigo adalah pewarna alami yang memerlukan reduksi menjadi leuco indigo melalui proses fermentasi oleh mikrobia.
Penelitian yang berjudul “Isolasi Mikrobia Potensial Pereduksi Indigo Menjadi Leuco Indigo dari Habitat Pantai dan Cairan Fermentasi Indigenous Daun Indigo (Indigofera tinctoria)” ini bertujuan untuk mengetahui mikrobia potensial pereduksi indigo dari habitat pantai dan cairan fermentasi indigo, mengetahui aktifitas isolat dari habitat pantai dan cairan fermentasi, serta mengetahui karakteristik mikrobia potensial pereduksi indigo menjadi leuco indigo.
Menurut Rizka, penelitian ini dilakukan dengan mengisolasi mikrobia dari pasir pantai, air pantai, batuan pantai serta cairan fermentasi daun Indigofera tinctoria pada medium PYB. Isolat yang diperoleh dari hasil isolasi diseleksi untuk memperoleh isolat potensial pereduksi indigo. Isolat terbaik hasil seleksi, diuji aktifitasnya dengan menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 620 nm untuk mengetahui pertumbuhan mikrobia dan 390 nm untuk mengetahui konsentrasi leuco indigo. Isolat yang memiliki aktifitas terbaik diidentifikasi dan diinspeksi lalu dikarakterisasi dengan pengujian biokimiawi berupa pewarnaan gram, pewarnaan endospora, uji fermentasi karbohidrat, uji reduksi nitrat dan hidrolisis indol.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh 37 isolat yang terdiri dari 8 isolat dari air pantai; 8 isolat dari batuan pantai; 11 isolat dari pasir pantai dan 10 isolat dari cairan fermentasi cairan indigo. Hasil seleksi mikrobia pereduksi indigo diperoleh 8 isolat yang memiliki kemampuan terbaik antara lain AL1-K1, AL3-K1, AB3-K5, AB3-K1R, AP3-K3, AP4-K6, LI2-K3 dan LI4-K4.
Berdasarkan hasil pengujian aktifitas diperoleh isolat terbaik adalah AP3-K3 yang terdiri dari strain AP3-K31 dan AP3-K32 dan AP4-K6 yang terdiri dari strain AP4-K61 dan AP4-K62. Hasil pewarnaan gram menunjukkan empat strain tersebut merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang, hanya memfermentasi glukosa, tidak membentuk endospora, tidak memiliki kemampuan menghidrolisis cincin indol, negatif mereduksi nitrat kecuali pada strain AP3-K31.
Harapannya penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan industri tekstil di Indonesia yang ramah lingkungan. Sehingga dengan demikian Indonesia dapat mandiri dan berdikari dengan produk yang berbasis ramah lingkungan sebagai salah satu usaha mewujudkan semboyan dunia yang Eco-Green.**(Hanifa Hanini)