Saat ini dunia tengah menghadapi tingkatan revolusi industri 4.0 yaitu sebuah era disruptif pada setiap sektor kehidupan. Era disruptif sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk gangguan akibat dari perubahan – perubahan yang terjadi atau dengan kata lain sebuah bentuk inovasi pembaharuan dari produk – produk yang telah ada sebelumnya. Sehingga hal ini secara tidak langsung menjadi acuan bagi para civitas akademika di setiap universitas untuk segera berbenah dan mengubah konsep serta orientasi riset yang dilakukan.
Fakultas Biologi UGM sebagai salah satu kiblat perkembangan ilmu biologi di Indonesia harus mampu segera mengubah pemahaman konvensional dan memadukan setiap penelitian berbasis inovasi sehingga nanti salah satu output-nya dapat diindustrialisasi. Salah satu output riset Fakultas Biologi UGM dari Laboratorium Genetika dan Pemuliaan yaitu produk melon Hikapel yang pada Jum’at, 2 Maret 2018 lalu dilakukan visitasi melalui “Pendanaan Inovasi Tahun 2018: Program Insentif Teknologi Yang Dimanfaatkan Di Industri” dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sebagai salah satu output riset berbasis inovasi yang tengah memasuki tahap industrialisasi.
Pertemuan antara peneliti, industri, dan tim dari Kemenristekdikti yang dilakukan di PT. Raja Pilar Agrotama (RPA) pada pukul 13.45 – 16.30 WIB ini bertujuan untuk meninjau fakta di lapangan terkait kesiapan melon Hikapel yang akan diindustrialisasi. Tim Inovasi dari Kemenristekdikti berharap pengembangan benih melon Hikapel dapat ditingkatkan lebih lanjut untuk menjadi sebuah produk inovasi. Melon Hikapel sendiri merupakan inovasi melon yang mengusung konsep handy melon beraroma wangi, daging oranye, dan memiliki tingkat kemanisan yang tinggi. Dirakit mulai tahun 2012 serta pernah mendapat Grant Research RISPRO-LPDP dari Kementerian Keuangan dan telah berhasil masuk di beberapa supermarket area Yogyakarta.
Secara terpisah Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc. selaku peneliti yang menciptakan melon Hikapel sekaligus Dekan Fakultas Biologi UGM menyatakan bahwa untuk era sekarang ini kita harus siap berinovasi, bahkan inovasi harus kita mulai dari konsep untuk dapat bersaing di era disruptif. “Publikasi hasil suatu penelitian adalah baik, tapi alangkah lebih baik lagi jika kita mampu memperoleh output penelitian yang dilakukan lebih dari sekedar publikasi karena saat ini yang kita hadapi adalah era disruptif”, ujarnya. Dr. Budi S. Daryono, M.Agr.Sc. juga menyatakan bahwa output yang lebih tersebut tidak harus berupa produk, dapat juga masih berupa prototype, paten, rekomendasi, bahkan sebuah metode.
Hal ini dapat menjadi momentum pecutan semangat bagi seluruh civitas akademika untuk menyadari bahwa publikasi tidak lagi menjadi acuan satu-satunya output dari sebuah riset, lebih jauh kita harus berusaha keras untuk tetap eksis dan survive ditengah gempuran disruptif melalui inovasi riset yang dapat diimplementasikan oleh masyarakat, termasuk masyarakat industri khususnya di Indonesia.