Sebagai salah satu rangkaian dari kegiatan International Summer course on Tropical Biodiversity and Sustainable Development 2018, peserta juga mendapatkan pengalaman terkait pengaplikasian dari pemanfaatan biodiversitas tropika dalam kehidupan sehari-hari dan juga kaitannya dengan budaya Indonesia. Salah satu pemanfaatan keanekaragaman hayati adalah dengan memanfaatkan pewarna alami berbasis hayati dalam pembuatan batik. Selain memiliki warna yang unik, penggunaan pewarna alami juga lebih ramah lingkungan.
Bertempat di Fakultas Biologi, 20 mahasiswa asing dan 18 mahasiswa lokal ini yang hadir pada kegiatan summer course ini mencoba melakukan pewarnaan batik dipandu oleh Hatmoko Batik. Kegiatan ini diawali dengan pengenalan tentang pewarna alami indigo yang mampu memancarkan warna biru berasal dari tanaman indigo (Indigofera sp.). Pewarna ini dapat dikategorikan sebagai pewarna yang ramah lingkungan sehingga tidak perlu melalui proses lebih lanjut untuk dapat dibuang setelah digunakan. Pada kesempatan ini, peserta diminta untuk membuat batik pada kaos polos dengan Teknik Shibori. Shibori adalah kesenian yang berasal dari Jepang, dimana pola pada kain diperoleh dengan cara melipat, melilit atau mengikat kain dan mencelupkannya pada pewarna. Selain itu, kita dapat memanfaatkan barang-barang disekitar kita seperti kelereng, penjepit, karet, dan lain-lain untuk menciptakan pola-pola yang indah. Selain itu, peserta diajarkan teknik batik canting di sehelai sapu tangan dengan motif bertemakan biodiversitas.
Bapak Hatmoko selaku pemilik Hatmoko batik menuturkan bahwa tujuan kegiatan ini adalah pengenalan budaya Indonesia sekaligus memanfaatkan kekayaan alam indonesia sebagai pewarna alami yang ramah lingkungan. Di kesempatan yang sama, salah satu pendamping peserta summer course dari Universiti Tunku Abdul Rahman (UTAR) Malaysia yaitu Dr. Nor Ismaliza Binti Mohd Ismail menyampaikan bahwa Teknik Shibori sangat unik, selain itu pemanfaatan pewarna alami sangat baik karena tidak mencemari lingkungan.