(03/12)
Bertempat di Fakultas Biologi UGM, kuliah umum atau general lecture edisi November 2019 mengundang beberapa peneliti dari berbagai Universitas di dunia. Edisi November 2019 diikuti oleh kolaborasi antara Fakultas Biologi UGM, Australian national University (Australia), Fenner School of Environment and Society ANU (Australia), Yamagata University (Jepang) dan University of Poitiers (Perancis). Beberapa peneliti yang turut berpartisipasi yaitu Prof. Yutaka Miyazawa, Prof. Christine Imbert, Marion Girardot, Ph.D., Prof. P.R. Cummin, Prof. Saul Cunningham dan Prof. Sasha (Alexander) Mikheyev.
Prof. Yutaka Miyazawa mempresentasikan salah satu hasil penelitiannya berjudul Molecular Mechanism of Root Hydrotropism, an Adaptive Plant Responses to Water Deficit. Dalam presentasinya beberapa hal menarik diungkapkan mengenai kemampuan adaptasi tumbuhan salah satunya pada kondisi stress lingkungan yang tinggi seperti defisit air. “Plants must use the limited resources where they had germinated,” tutur Prof. Miyazawa. Penuturan tersebut menandakan bahwa tumbuhan harus dapat melakukan adaptasi dalam kondisi lingkungan apapun salah satunya melalui mekanisme molekular akar dalam kondisi defisit air. Tidak jauh dari topik kemampuan adaptasi organisme, mikrobia yang tergolong sebagai Candida menjadi topik yang tidak kalah menarik. Dalam presentasi berjudul Why is it critical to be aware that microbes (Candida) can form biofilms?, Prof. Christine Imbert mengungkapkan bahwa biofilm merupakan bentuk pertumbuhan komunitas spesifik suatu mikroorganisme salah satunya Candida albicans menyerupai selaput ataupun plak. Problema yang dihadapi dan menjadi sorotan utama dalam riset tersebut adalah kurang efektifnya agen antimikrobia terhadap mikrobia yang berada dalam bentuk biofilm. Pertumbuhan biofilm salah satunya C. albicans pada manusia dapat mengakibatkan kandidiasis pada lapisan superfisial jaringan respiratori, oral dan saluran reproduksi dengan tingkat penanganan yang kurang efektif akibat resistensi mikrobia. “Being aware of the biofilm lifestyle can help to choose the most relevant drugs,” tutur Prof. Christine Imbert.
Berbincang seputar penanganan terhadap penyakit maka obat menjadi topik yang dibahas selanjutnya oleh Dr. Girardot Marion dengan judul Nature: source of active metabolites. Dalam pemaparan tersebut beberapa hal seputar senyawa metabolit tumbuhan diungkapkan salah satunya potensi penggunaaan metabolit sebagai baku beberapa produk salah satunya obat dan antiseptik. “Clove or Syzygium aromaticum can be extracted to produce eugenol, a metabolite with local anesthetic, anti-inflammatory and antiseptic properties that can be used in pharmaceutical products,” tutur Dr. Marion. Dunia tumbuhan tidak dapat dilepaskan dari sektor agrikultur modern yang menjadi tonggak peradaban manusia. Prof. Saul Cunningham dalam presentasi berjudul Plant Reproductive Ecology, Meet Modern Agriculture mengungkapkan bahwa pertumbuhan populasi manusia, efektivitas polinator alami dan defisiensi produksi akibat polinasi merupakan tantangan terbesar dalam sektor agrikultur modern. Berbicara mengenai polinator maka hal yang pertama terlintas adalah lebah. Dalam presentasinya berjudul Coevolution While You Wait: The Arms Race between Honey Bees and Ectoparasitic Mites, Prof. Mikheyev mengungkapkan bahwa fenomena ko-evolusi antara lebah dan tungau parasit menjadi salah satu penentu dalam survivabilitas lebah. Beberapa spesies tungau diantaranya V. destructor menjadi parasit pada lebah salah satunya A. mellifera. Ko-evolusi yang terjadi merupakan perlombaan bagi A. mellifera dalam mengembangkan resistensi terhadap serangan V. destructor.
Pembahasan seputar organisme dan kemampuan pertahanan serta adaptasinya dalam gambaran besarnya merupakan bagian dari sistem demografi dan geografi dunia. Demografi kehidupan manusia khususnya Indonesia tidak dapat dilepaskan dari gempabumi. “Indonesia have over 129 volcanoes and the second largest megathrust in the world has happened in Indonesia,”tutur Prof. Cummin. Dalam presentasinya berjudul Earthquake Risk in Indonesia: How worries should we be mengungkapkan bahwa Pulau Jawa dengan populasi penduduk terbesar di Indonesia menjadikannya pulau dengan tingkat fatalitas terdampak gempabumi tertinggi. Dalam hal ini langkah preventif seperti mitigasi bencana, inovasi dalam bidang infrastruktur dan peningkatan akurasi early warning system di Indonesia merupakan prioritas utama.
Sebagai bentuk konkret visi Universitas Gadjah Mada locally rooted globally respected, kuliah umum atau general lecture Fakultas Biologi dengan beragam pembahasan seputar perkembangan sains dan inovasi di berbagai bidang diharapkan dapat terus dilanjutkan.