Kejadian stunting di Indonesia masih terbilang tinggi. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan, angka prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4%, atau menurun 6,4% dari angka 30,8% pada 2018, namun angka tersebut masih tergolong tinggi dan masih di atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20%. Sejauh ini pemerintah sudah banyak mencanangkan program guna mengatasi stunting, salah satunya adalah Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa biskuit. Selain itu, PMT pada biasanya masih menggunakan fortifikasi untuk menambah zat gizi, sayangnya fortifikasi mikronutrien kudapan menimbulkan masalah biaya karena Indonesia masih mengimpor bahan tersebut. Permasalahan tersebut memunculkan sebuah inovasi PMT yang tentunya mudah diterima oleh masyarakat Indonesia dengan harga terjangkau dan bahan yang mudah ditemui.
Inovasi PMT ini dikembangkan oleh Adiva Aphrodita (Fakultas Biologi 2020), Matilda Jesseline Gabriela Giovanni (Fakultas Biologi 2020), A. Najib Dhiaurahman (Fakultas Biologi 2020), Felisitas Mellania Ajeng Anggraeni (FK-KMK 2019), dan Nur Afni Oktri Fiana (FTP 2019). Dibimbing oleh Lisna Hidayati, S.Si., M.Biotech. dosen Fakultas Biologi UGM, kelima mahasiswa UGM tersebut berhasil mengembangkan SSB (Sprouted Snack Bar) berbahan dasar lokal untuk memenuhi 3 zat gizi utama untuk mencegah stunting yaitu protein, zat besi, dan seng. Adiva menjelaskan bahwa konsumsi pangan tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin serum darah sehingga memicu pembentukan sel saat pertumbuhan dan menjaga organ hati sehat. Selain itu, zat besi membantu sintesis kolagen jaringan tulang. Sementara seng membantu peningkatan panjang dan berat tulang femur.
Alasan dipilihnya produk snack bar karena cemilan ini disukai anak-anak dan memiliki masa simpan yang cukup lama. SSB ini terbuat dari bahan utama kacang merah berkecambah, beras merah berkecambah, kacang kedelai berkecambah, dan pisang. “Bijian berkecambah memiliki kandungan protein dan mikronutrien yang lebih tinggi dibanding biji utuh karena proses perendaman dan perkecambahan dapat meningkatkan nutrien yang terkandung. Kedelai, beras merah, dan kacang merah yang telah berkecambah mengandung tinggi protein dan kadar fitat menurun yang mampu meningkatkan kadar zat besi dan seng” tutur Adiva. Selain membandingkan kandungan produk antara bijian berkecambah dengan biji dorman, kami juga membandingkan antara 2 metode pengolahan yaitu metode sangrai dan oven, kemudian produk diuji organoleptik pada anak SD, uji nutrition facts, dan uji In Vivo. Invonasi SSB ini mampu menjadi alternatif jajanan bergizi untuk anak sekolah. Dengan adanya produk ini, diharapkan adanya peningkatan kualitas makanan untuk anak-anak sehingga dapat menekan angka stunting di Indonesia.