(Sumbawa, 31/01/2019) Sejumlah pakar dan peraih medali kompetisi rekayasa genetika dunia (International Genetically Engineered Machine Competition – iGEM) dari Indonesia berkumpul di Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) dalam acara seminar internasional dan temu alumni. Acara dibuka oleh Rektor UTS, Dr. Andy Tirta, M.Sc. dan dilanjutkan paparan dari pakar dan alumni. Pada kesempatan tersebut, dua dosen dari Universitas Gadjah Mada, yaitu Matin Nuhamunada, M.Sc. (Fak. Biologi) dan Miftahus Sa’adah, M.Sc. (Fak. Farmasi) memberikan paparan mengenai pengalaman mereka selama mengikuti kompetisi iGEM dan pengembangan bidang ilmu biologi sintetik di Indonesia. Ida, panggilan akrab dari Miftahus Sa’adah, pernah meraih medali perunggu saat tergabung dalam tim dari ITB di tahun 2015. Sementara itu, Matin pernah mewakili tim Edinburgh, UK, meraih medali perak di tahun 2016. Acara juga dihadiri oleh beberapa alumni, pakar, dan mahasiswa dari UTS, ITERA, UNRI, ITB, UI, UBAYA, dan Universitas Prasetiya Mulya.
Kompetisi iGEM adalah kompetisi biologi sintetik bergengsi yang digagas oleh beberapa kampus ivy league di Amerika seperti Boston University, Caltech, MIT, Princeton University, dan The University of Texas at Austin pada tahun 2004. Dalam kompetisi tersebut, mahasiswa diberikan sebuah kit yang berisi ratusan DNA (Biobricks) yang dapat disusun selayaknya Lego untuk memprogram ulang makhluk hidup (seperti Bakteri, tanaman, dsb.) menjadi mesin atau pabrik hidup yang memiliki manfaat bagi manusia. Saat ini, kompetisi iGEM telah diikuti oleh 340 tim dari 42 negara, baik dari Universitas, Sekolah Menengah Atas, maupun Citizen Science Lab. Tiap tahunnya, lebih dari 5.000 peserta (iGEM-ers) berkumpul dan berkompetisi dalam iGEM Giant Jamboree di Boston, Massachusetts, US.
Dr. Arief Budi Witarto, M.Eng. selaku perwakilan tuan rumah dan direktur dari Sumbawa Techno Park, menyambut baik kedatangan para alumni iGEM dan berharap dapat meningkatkan pengembangan kajian biologi sintetik di Indonesia. Di tahun 2014 lalu, Dr. Arief berhasil mengantarkan mahasiswa dari Sumbawa ke Boston, US untuk mengikuti kompetisi iGEM dan membawa pulang Chairman’s Award, sebuah penghargaan yang baru pertama kali diberikan bagi tim yang berkompetisi pada lomba tersebut. Dr. Arief berharap untuk dapat membangkitkan semangat anak muda Indonesia untuk berkreasi dalam inovasi rekaya genetika dan bioteknologi, seperti yang dirasakan dalam kompetisi iGEM. Selain untuk pengembangan ilmu, tidak sedikit karya yang dihasilkan dalam kompetisi tersebut telah berhasil dikembangkan menjadi start-up di bidang Bioteknologi.
Pada kesempatan tersebut juga hadir ketua dari Ikatan Program Studi Bioteknologi Indoenesia (IPSBI), Dr. rer. nat. Maria Goretti M. Purwanto yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Teknobiologi, UBAYA. Dr. Maria memberikan tanggapan positif terhadap pengembangan biologi sintetik dan berharap untuk dapat mensinergikan kajian biologi sintetik serta kompetisi iGEM dalam kurikulum Program Studi Bioteknologi di Indonesia. Beliau menyadari bahwa di tengah era disrupsi teknologi ini, mahasiswa di bidang Bioteknologi perlu mempelajari ilmu biologi sintetik yang menggabungkan keahlian matematika dan komputasi dalam merekayasa sistem hayati.
Matin, yang dalam kesempatan ini mewakili UGM dan Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI), menekankan bahwa untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu biologi sintetik saat ini, kolaborasi antar bidang dan antar universitas di Indonesia sangat diperlukan. Kolaborasi, selain dibangun dengan mempertemukan pakar dari berbagai bidang, juga perlu dilakukan dengan mendidik generasi muda yang memiliki mindset multidisipliner. Di era Big Data ini, diperlukan lulusan biologi yang menguasai komputasi, matematika, dan statistika secara mumpuni. Dalam lima tahun ke depan, tidak mengherankan jika mahasiswa biologi dituntut untuk dapat menggunakan bahasa pemrograman, seperti Python dan R, untuk mengolah data informasi biologi (bioinformatika) maupun mathematical modelling.
Selain mengangkat tema perkembangan sains dan teknologi dalam bidang rekayasa genetika, khususnya biologi sintetik, Ida beserta alumni iGEM ITB 2015, Ika Agus Rini (ITERA) dan Rahmat Azhari Kemal (UNRI), juga berbagi pengalamannya dalam menerapkan human practices dalam memulai riset/proyek dalam rekayasa genetika. Keterlibatan masyarakat publik, etika, dan kebijakan harus diikutsertakan sejak awal dalam memulai proyek, karena pada akhirnya, merekalah yang akan menjadi konsumen dari produk/jasa bioteknologi yang dihasilkan. Hal inilah yang masih perlu ditekankan bagi masyarakat peneliti di Indonesia, dan di dunia secara umumnya. Dengan menggandeng pendapat publik sejak awal, riset yang dilakukan mampu tepat sasaran.
Hassnain Q. Bukhori, selaku iGEM Ambassador untuk Asia, menekankan pentingnya jejaring alumni kompetisi iGEM untuk pengembangan bioteknologi di kawasan Asia Tenggara. Hassnain yang merupakan kompetitor iGEM dari Pakistan, saat ini tengah mendirikan sebuah start-up bioteknologi untuk membantu diagnosis penyakit di kawasan tertinggal. Hassnain berharap, melalui acara after iGEM ini, para alumni dapat saling berkolaborasi lebih lanjut untuk mengembangkan biologi sintetika bahkan melakukan hilirisasi riset ke arah industri.