Oleh :
Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc1 dan Handasari Mokodompit2
Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting terutama di dunia terutama di Indonesia. Hal ini disebabkan padi merupakan sumber karbohidrat utama. Di Indonesia jenis padi yang menghasilkan beras sangat beragam. Sebagai contoh jenis padi sawah terdiri dari varietas Rojolele, Sintanur, Cihirang, Cimalaya dan Pandan Wangi. Sedangkan dari jenis padi gogo terdiri dari varietas Bulu, Poso, Wangi Lokal, Gogo Merah, dan Danau Tempe. Semua jenis padi lokal Indonesia ini harus dilestarikan dan dikembangkan agar terus bermanfaat bagi kehidupan bangsa Indonesia dalam memenuhi kebutuhan hidup maupun kelestarian plasma nutfahnya.
Akhir-akhir ini pemberitaan mengenai padi jenis lokal Super Toy sedang marak. Padi ini diharapkan menghasilkan panen yang lebih banyak dibandingkan jenis padi lokal lainnya. Namun setelah melewati masa panen ternyata tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan baik oleh pemerintah maupun petani. Sehingga menimbulkan sedikit masalah baik di kalangan petani maupun pemerintah. Kondisi ini membuat membuat para peneliti termotivasi untuk terus mengungkap misteri di balik padi Super Toy ini.
Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan manusia. Oryza sativa terdiri dari dua varietas yaitu indica dan japonica (sinonim sinica). Walaupun kedua varietas dapat saling membuahi, persentase keberhasilannya tidak tinggi. Selain kedua varietas ini, dikenal pula sekelompok padi yang tergolong varietas javanica yang memiliki sifat antara dari kedua varietas utama di atas. Varietas javanica hanya ditemukan di Pulau Jawa. Padi Super Toy merupakan hasil persilangan padi kultivar Rojolele dan Pandan Wangi. Sementara kita juga tahu bahwa kedua kultivar ini merupakan jenis padi lokal jawa yang unggul.
Deskripsi padi varietas Rojolele telah diperoleh di beberapa lokasi dari Batang, Polanharjo, Karanganom, Juwiring dan Bantul. Pada umumnya varietas Rojolele memiliki sifat berbulu, umur berkisar antara 145 hari hingga 150 hari dengan bentuk tanamannya semua tegak. Sementara itu Padi Pandan Wangi adalah padi khas Cianjur yang sejak tahun 1973 sudah di kembangkan sebagai padi bulu varietas unggul lokal, yang sudah termasuk baik di Jawa Barat maupun nasional sehingga pada tahun 2004 varietas Pandan Wangi telah dipublikasikan sebagai varietas unggul lokal, dengan SK Menteri Pertanian No. 63 tahun 2004.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penanaman padi baik itu padi galur murni maupun hasil hibridisasi kita perlu mengetahui informasi tentang karakter Genetik. Informasi genetik ini diperlukan salah satunya untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Informasi genetik ini berupa karakter kromosom beserta gen-gen yang terkandung di dalamnya yang menjadi ciri atau identitas genetik yang khas untuk suatu tanaman. Hal ini disebabkan identitas genetik yang lengkap dan jelas dari suatu tanaman memiliki arti penting dalam program pemulian, perlindungan plasma nutfah, maupun secara komersial. Untuk memperoleh identitas genetik padi kultivar di atas maka perlu dilakukan penelitian katakter kromosomnya. Karakter kromosom yang diamati dapat berupa jumlah kromosom, panjang lengan pendek (p), panjang lengan panjang (q), panjang absolut kromosom (p+q), indeks sentromer, ratio lengan panjang terhadap lengan pendek, dan rasio pasangan kromosom absolut terpanjang dan terpendek (R). Kemudian hasil pengamatan karakter-karakter kromosom yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk karyotype dan idiogram. Karyotype adalah keseluruhan kelompok sifat yang menunjukkan identifikasi dari suatu set kromosom yang khas.
Secara morfologis kromosom padi kultivar Padi Super Toy, Rojolele dan Pandan Wangi Cianjur sama. Ukurannya tidak lebih dari 10 mikron, ketiga kromosom padi ini dapat diamati dengan jelas pada saat mitosis pada fase prometafase. Karena pada fase ini kromosom terlihat menyebar sehingga dapat dihitung dan diukur ukurannya. Jumlah kromosom diploid (2n) ketiga kultivar padi ini adalah 24.
Setelah kita ketahui bahwa jumlah kromosom tiga kultivar padi ini sama, namun terdapat satu ciri morfologi untuk membedakan Padi Super Toy dengan kultivar Rojolele dan Pandan Wangi Cianjur. Pada usia kecambah dua minggu, bagian pangkal batang padi kultivar Padi Super Toy berwarna kecoklatan atau agak gelap, sedangkan pada pangkal batang padi kultivar Rojolele dan Pandanwangi Cianjur berwarna putih. Namun demikian perbedaan morfologi ini hanya sebagian kecil dari perbedaan fenotipnya.
Hasil analisis Karyotype padi Padi Super Toy dengan Rojolele dan Pandan Wangi Cianjur menunjukkan perbedaan. Formula karyotype Padi Super Toy yaitu 2n = 2x = 24 = 23m+1sm, sedangkan karyotype Rojolele dan Pandan Wangi Cianjur sama yaitu 2n = 2x = 24 = 24m.
Dari hasil di atas maka dapat diketahui bahwa terdapat dua kelompok karyotipe yaitu kelompok kromosom metasentrik dan sub-metasentrik. Menurut Singh (1999), karyotipe simetri dianggap lebih konservatif bila dibandingkan dengan karyotipe asimetri dalam evolusinya. Sehingga dapat diketahui bahwa kultivar padi Rojolele dan Pandan Wangi Cianjur yang memiliki kromosom simetri menunjukkan tingkat evolusi yang lebih konservatif dibanding Padi Super Toy yaitu padi hibrid yang merupakan hasil persilangan antar kultivar padi lokal Javanica.
1. Dosen dan Peneliti pada Lab. Genetika, Fakultas Biologi UGM
2. Mahasiswa S1, Fakultas Biologi UGM