KOLABORASI UGM DAN KOMUNITAS PASAR NDELIK DALAM MENINGKATKAN NILAI EKONOMI MAKANAN TRADISIONAL DENGAN PEWARNA DAN KEMASAN ALAMI
Pengabdian kepada MasyarakatRilis Berita Jumat, 2 November 2018







Yogyakarta, daerah yang identik dengan produk “ndeso”, baik berupa kebudayaan maupun kuliner telah menarik hati wisatawan untuk senantiasa singgah dan menikmati kelembutan nuansa temaram yang romantis. Selain kekhasan nuansanya, Yogyakarta juga menyimpan banyak potensi makanan tradisional, sebut saja bakpia, gudeg, gebleg, dan masih banyak lagi. Terlebih saat ini makanan tradisional mulai menunjukkan kembali tajinya di dunia kuliner, seperti banyaknya tempat wisata yang berkolaborasi dengan warga setempat untuk mengangkat kearifan lokal berupa penampilan karya seni maupun makanan tradisional.
Salah satu contoh tempat wisata yang cukup kondang yaitu Pasar Ndhelik, Puri Mataram yang ada di daerah Sleman. Di Pasar Ndhelik, tiap minggunya diadakan proses transaksi menggunakan Pandel yang menggantikan fungsi fisik uang. Pandel yang sudah didapatkan dapat ditukarkan dengan berbagai jajanan khas yang tersedia di Pasar Ndhelik, seperti Pecel, Nasi Biru, Jenang Gendhul, dan berbagai jenis minuman. Dengan potensi yang tersedia untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, maka Lisna Hidayati, M.Biotech., dosen Fakultas Biologi UGM dan timnya melakukan kegiatan pengabdian berupa Pelatihan Teknologi Tepat Guna (TTG) dengan tema Pengembangan Produk Pangan Tradisional Alami dengan Teknologi Tepat Guna untuk Meningkatkan Ekonomi Masyarakat Kampung Flory. Kegiatan ini dilaksanakan berkelanjutan mulai dari 05 Agustus 2018 hingga nanti 18 November 2018 dengan target komunitas penjual di Pasar Ndhelik.
Dibantu oleh KMP Pascasarjana Fakultas Biologi UGM, kegiatan pelatihan TTG ini sudah menginjak agenda kelimanya pada hari Jumat tanggal 2 November 2018. Kegiatan ini diawali dengan pematerian dari Aries Bagus Sasongko, M.Biotech dan Lisna Hidayati, M. Biotech. yang membagikan wawasannya mengenai Budidaya Tanaman Pangan dan Pewarna Makanan Alami. Penggunaan pewarna alami memang lebih rumit dan memakan biaya produksi yang tinggi, namun dengan penggunaan pewarna alami dapat memberikan warna yang lebih lembut dan meningkatkan aroma makanan. “Selain warna yang lebih ramah mata, penggunaan pewarna alami juga dapat meningkatkan harga jual makanan karena para penjual dapat menambahkan informasi tersebut, sehingga konsumen akan lebih percaya untuk mencicipi makanan yang dijual.” ujar Bagus.
Materi kedua yang disampaikan yaitu Kalori dalam Makanan yang disampaikan oleh Woro Anindito Sri Tunjung, Ph.D. untuk meningkatkan minat konsumen dalam mengunjungi Pasar Ndhelik. “Pencantuman jumlah kalori dalam makanan sudah menjadi tren di luar negeri terkait dengan meningkatnya perhatian masyarakat terhadap diet. Jadi, tidak hanya label halal saja yang perlu diperhatikan.” ujar Luthfi Nurhidayat sebagai Fasilitator. Diskusi mulai berjalan menarik saat ibu-ibu peserta diminta untuk menghitung Body Mass Index (BMI) untuk menentukan kategori indeks massa tubuhnya, apakah termasuk ideal atau jauh dari ideal. Selain diskusi mengenai BMI, Woro juga menambahkan perhitungan tentang berbagai kalori yang tersedia dalam makanan tiap 100 gram. Dengan demikian, diharapkan ibu-ibu peserta dapat memberikan informasi tambahan ke konsumen berupa jumlah porsi yang disarankan untuk dimakan. Sehingga, tidak hanya makanan saja yang ditawarkan di Pasar Ndhelik, namun konsumen juga akan merasa diperhatikan dalam mempertimbangkan jenis makanan yang akan dimakan.
Pematerian dilanjutkan oleh Dr. Ir. Supriyadi dan Dwi Larasatie Nur Fibri, S.T.P., M.Sc., Ph.D dari FTP UGM yang menyampaikan subyek mengenai Kemasan Alami. Pemberian materi ini ditujukan untuk menekan penggunaan plastik dalam proses jual beli makanan di Pasar Ndhelik sekaligus memberikan kesadaran kepada ibu-ibu peserta mengenai manfaat penggunaan kemasan alami dibandingkan kemasan plastik. Pasar Ndhelik, yang memang menjual makanan tradisional dan keramahannya memang sangat cocok untuk mengaplikasikan kemasan alami ini. Penggunaan daun jati, pisang, dan waru sudah banyak diteliti dan memberikan hasil yang menjanjikan sebagai kemasan alami. Walaupun kemasan ini kurang praktis, namun penggunaan kemasan alami dapat meningkatkan pula daya tahan makanan secara alami dan pada akhirnya akan berimplikasi pada meningkatnya harga jual makanan.
Pelatihan ditutup dengan foto bersama. Salah satu peserta, Mariyatin, mengungkapkan bahwa dirinya sangat terbantu dengan adanya pelatihan ini. “Banyak sekali manfaat yang saya peroleh selama pelatihan ini. Selain bagaimana menambahkan berbagai jenis pewarna alami yang tidak merubah rasa, saya juga dapat mengerti bagaimana proses pengemasan dan perhitungan kalori dalam makanan. Sehingga nanti saat bertemu dengan konsumen, bisa bilang kalau makanan ini tidak membuat gemuk.” ujarnya.
Pemilihan lokasi kegiatan sebagai tempat dilaksanakan pengabdian masyarakat, bukan tanpa alasan dikarenakan kawasan tersebut sedang dikembangkan menjadi kawasan Sentra Wisata Anggrek Kabupaten Kulon Progo. Kawasan Banyunganti sendiri merupakan daerah yang memiliki jenis tanaman anggrek lokal khas Kulon Progo. Anggrek lokal menjadi salah satu potensi besar daerah yang harus dikembangkan agar dapat menjadi pendapatan lebih bagi masyarakat. Perlu adanya fokus dari masyarakat dalam berbisnis untuk menambah pendapatan bagi masyarakat. Hal itulah yang menjadi topik yang disampaikan oleh narasumber dalam kegiatan ini yaitu Dr. Ir. Aziz Purwantoro, M.Sc. dari Fakultas Pertanian UGM. Beliau selaku penggiat bisnis, memberikan tips dan trik dalam membangun usaha bisnis dengan melihat potensi kawasan Banyunganti yang dapat diangkat. Dapat berupa membuat souvenir khas daerah tersebut atau makanan khas yang dapat menarik minat wisatawan. Beliau juga menekankan tentang pentingnya berinovasi dalam membangun suatu usaha.









Pelatihan dimulai pukul 09.00 WIB, acara dibuka oleh Dr. Endang Semiarti, M.S., M.Sc. dilanjutkan dengan pematerian oleh Ir. Kadarso, M.S.. Materi yang disampaikan meliputi cara budidaya anggrek dengan sistem aeroponik dan hidroponik yang dapat dilakukan pada jenis tanaman anggrek Dendrobium, Grammatophyllum, Cattleya dan Phalaenopsis. Kemudian dijelaskan mengenai alat dan bahan yang diperlukan, yaitu bibit tanaman anggrek, arang kayu, larutan pupuk, talang air plastik, lem paralon, kain flanel, pot plastik ukuran 10 cm dan lain-lain. Masyarakat juga dijelaskan mengenai cara pengenceran pupuk, penanaman tanaman anggrek dan prosedur pemeliharaan anggrek terkait penempatan tanaman pada lingkungan tumbuh yang benar, pengkabutan air dan pemupukan, pengendalian hama dan penyakit pada tanaman anggrek. Setelah pematerian selesai, masyarakat diajak untuk mempraktikkan secara langsung pembuatan instalasi penanaman anggrek secara aeroponik dan hidroponik yang dipandu langsung oleh Ir. Kadarso, M.S. Selain itu masyarakat juga diberikan pemahaman bahwa dengan menggunakan teknik ini akan mempermudah dalam perawatan anggrek, lebih efisien dan juga lebih murah sehingga diharapkan masyarakat mampu merawat anggrek dengan lebih baik.























