Ketika berbicara mengenai kekayaan laut Indonesia, pada umumnya orang akan berfikir akan melimpahnya jumlah dan jenis ikan. Namun, terlepas dari hal itu, laut Indonesia juga kaya akan terumbu karang dan bunga karangnya. Sebagian dari Indonesia, terutama Indonesia bagian timur, termasuk kedalam segitiga terumbu karang atau yang disebut juga dengan Coral Triangle (CT).
Mengetahui akan potensi keanekaragaman sumberdaya laut Indonesia, tiga peneliti dari Naturalis Biodiversity Center, sebuah lembaga penelitian Belanda, datang dan memberi pemaparan pada hari Rabu (17/5) di Ruang Sidang Atas, Fakultas Biologi UGM dihadapan dosen, mahasiswa S1 dan S2. Meski peneliti dari Naturalis telah melakukan ekspedisi sejak lebih dari 100 tahun yang lalu, masih banyak sekali jenis terumbu karang yang belum terungkap.
“Kita bahkan tidak tahu, berapa banyak jumlah pasti terumbu karang yang Indonesia miliki”, ucap pembicara pertama pada kuliah umum, Dr. Bert W. Hoeksema, yang juga merupakan peneliti senior dalam bidang sistematika dan taksonomi kelautan.
Bert juga memaparkan akan peranan penting terumbu karang, yaitu sebagai habitat, tempat berlindung bagi organisme lain dan sumber makanan. Pembicara kedua, Nicole de Voogd, juga menyampaikan bahwa bunga karang atau sponge yang juga hidup di terumbu karang juga memiliki potensi sebagai sumber bahan kimia alami yang bisa digunakan sebagai obat-obatan.
“Bunga karang yang merupakan organisme kunci dalam ekosistem laut juga berperan sebagai filter alami yang mampu menyaring virus dan bakteri” tambah Nicole yang telah banyak melakukan penelitian terkait bunga karang di Kepulauan Seribu dan Ternate.
Masih berkaitan dengan bunga karang, pembicara ketiga, Dr. Willem Renema, memaparkan bahwa dalam sejarah panjangnya, pusat hotspot keanekaragaman terumbu karang terus bergeser dan kondisi lingkungan banyak berperan dalam proses ini. Pada 40 juta tahun yang lalu, pusat biodiversitas terumbu karang terdapat di kawasan Eropa, namun kini, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat di Coral Triangle di sekitar Indonesia timur.
Sayangnya, kekayaan sumberdaya terumbu karang Indonesia kini sedang dalam kondisi yang terancam. Pemanasan global, aktifitas nelayan yang sering kali tidak terkontrol dan tidak ramah lingkungan, urbanisasi dan proses sedimentasi telah banyak merusak terumbu karang baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan penelitian yang telah dikerjakan oleh Nicole di Ternate, banyak bunga karang yang ditemukan pada tahun 1896 tidak lagi ditemukan pada tahun 2009. Hal ini terus berjalan dan jika tidak ditangani, bukan tidak mungkin Indonesia akan kehilangan kekayaannya sendiri.
“Sebagai saintis, yang perlu kita lakukan adalah melakukan eksplorasi untuk mengetahui apa yang kita miliki sehingga kita bisa melakukan tindakan konservasi”, saran Bert.