Deteksi dini penyakit talasemia penting dilakukan untuk mencegah peningkatan jumlah penderitanya. Terlebih, Indonesia memiliki prevalensi penderita yang tergolong tinggi di dunia, bahkan masuk dalam sabuk talasemia.
“Untuk itu penting melakukan pencegahan agar penderita talasemia di Indonesia tidak meningkat,” tegas peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Dr. Ita M. Nainggolan, S.Si., M. Biomed, dalam kuliah tamu di Fakultas Biologi pada 16-17 Oktober kemarin.
Upaya pencegahan, disampaikan Ita, dapat dilakukan dengan deteksi dini melalui skrining baik terkait pembawa sifat talasemia, melakukan konsultasi genetik, maupun diagnosis prenatal. Talasemia merupakan penyakit keturunan sehingga dengan skrinning dapat mengendalikan terjadinya penurunan penyakit pada anak.
“Skrining bisa mencegah penurunan penyakit,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ita hadir bersama dengan empat peneliti lain bidang Red Blood Cell Disorders Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Mereka memaparkan berbagai uraian terkait upaya diagnostik talasemia, seperti patofisiologi alfa dan beta-thalassemia, tahapan penegakan diagnosis thalassemia, dan metode ekstraksi DNA.
Kuliah tamu yang diselenggarakan Fakultas Biologi UGM kali ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama yang dilakukan dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Kerja sama dilaksanakan dalam penguatan kegiatan penelitian, pendidikan dan pengabdian masyarakat berbasis biologi molekuler dan biomedis terutama tentang riset genetika molekuler dan genetik populasi talasemia di Indonesia. (Humas UGM/Ika)