Dekan Fakultas Biologi UGM, Dr. Budi Setyadi Daryono, M.Agr.Sc., menerima penghargaan YARSI Researcher Award yang diserahkan oleh Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, dalam peringatan Dies Natalis ke-50 Universitas YARSI, Kamis (27/4) di Kampus Universitas YARSI. Ia menerima penghargaan dalam kategori the Best Indonesian Researcher in Life Science berkat capaian riset yang ia kerjakan dalam bidang Biologi.
“Diseleksi berdasarkan evaluasi CV, poster, dan ada executive summary yang dalam bahasa Inggris semua. Posternya diambil dari outstanding publikasi, dan kebetulan saya ambil yang di plant breeding journal tahun 2005. Minggu lalu kita telah diminta untuk presentasi,” ujarnya saat diwawancara, Jumat (28/4) di Fakultas Biologi UGM.
Di hadapan para juri penilai, ia memberikan presentasi mengenai beberapa riset penting yang telah ia kerjakan, utamanya terkait upaya yang ia lakukan untuk mengatasi persoalan di dalam bidang pertanian, termasuk kontribusinya dalam meneliti virus tanaman. Penyakit ini, menurutnya, menjadi salah satu yang paling mengancam dan karena itu perlu menjadi perhatian penting. Meski demikian, belum banyak pakar yang terjun untuk meneliti penyakit ini secara spesifik.
“Yang pertama, saya menyelesaikan permasalahan hulu dulu. Saya memetakan dulu, ternyata di Indonesia ini masalah utamanya hama dan penyakit. Setelah saya mengetahui problemnya kemudian baru saya menggunakan genetika dan pemuliaan untuk menanggulangi tadi, saya merekayasa dan memproduksi tanaman melon yang tahan terhadap penyakit dan bisa dikonsumsi,” jelasnya.
Setelah mengerjakan dua hal tersebut, ia menggunakan aplikasi biologi molekuler dengan teknologi terbaru untuk mempercepat dan meningkatkan akurasi dalam memproduksi varietas-varietas tanaman yang baru dan unggul tersebut. Kontribusi inilah yang membuat ia menerima apresiasi dari tim penilai.
“Mereka cukup apresiasi karena saya menyelesaikan hulu sampai hilir. Dan kebetulan produk kita sebagian juga sudah bisa dikomersialisasi,” ucap Budi.
Pengakuan atas riset-riset yang ia lakukan bukan baru pertama kali ini ia terima. Sebelumnya, ia pernah memperoleh berbagai penghargaan nasional maupun internasional, diantaranya penghargaan Young Scientist Award dalam The 2nd Internasional Symposium on Cucurbits di Tsukuba Japan pada tahun 2001 silam, penghargaan dari Indonesia Science Foundation untuk kategori Sains dan Teknologi pada tahun 2008, serta Best Presenter dalam The 2nd International Environment and Health Conference tahun 2014. Meski demikian, ia mengaku tidak pernah berusaha untuk mengejar capaian penghargaan, melainkan hanya fokus untuk menekuni kegiatan penelitian yang ia senangi.
“Riset itu bagi saya hobi dan passion, nggak pernah capek karena selalu ada tantangan yang baru. Kuncinya menyenangi. Karena passion itu kita dididik untuk tekun, sabar, dan fokus, di samping juga ada nilai kerja sama dan kebersamaan,” ungkapnya.
Penghargaan yang ia terima, menurutnya, menjadi pemicu untuk terus berkontribusi melalui penelitian yang ia kerjakan. Ia mengisahkan pengalamannya ketika menerima penghargaan peneliti muda terbaik UGM pada tahun 1997 ketika ia masih menjadi dosen muda di Fakultas Biologi. Bagi Budi, penghargaan inilah yang membuat ia lebih percaya diri akan kemampuan yang ia miliki dan membuatnya tertantang untuk terus meneliti.
“Itu yang membuat saya pede, ternyata saya bisa penelitian. Sebelumnya saya juga tidak pede. Meskipun saya masih dosen muda, tapi bisa terpilih menjadi peneliti muda terbaik UGM, terus terang saja itu menambah kepercayaan diri,” kata Budi.
Karena itu, ia pun berharap agar melalui penghargaan yang ia terima kali ini, ia juga dapat memotivasi sivitas akademika di Fakultas Biologi maupun di UGM secara umum untuk dapat lebih banyak terjun ke dalam bidang penelitian, bukan sekadar untuk menerima penghargaan atau demi publikasi, melainkan untuk memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa.
“Sebagai dekan saya ingin memotivasi staf-staf saya, dan mudah-mudahan menginspirasi mahasiswa. Dekannya saja masih senang meneliti, apalagi mereka memiliki waktu yang lebih luang. Kita sering kali dilematis pikirannya kalau sudah tua kita nggak bisa berkarya, khususnya di bidang riset. Tapi saya buktikan itu hanya masalah manajemen waktu. Kalau kita disiplin semua pasti bisa dikerjakan,” pungkasnya. (Humas UGM/Gloria)