Perubahan iklim telah menjadi isu global dan berdampak dalam berbagai segi kehidupan seperti pertanian, kesehatan, perikanan, dan resiko timbulnya bencana (banjir, badai, tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan). Perubahan iklim ini disebabkan oleh peningkatan panas secara global di berbagai belahan dunia yang berdampak pada perubahan cuaca. Dalam rangka untuk berperan aktif dalam meningkatkan kewaspadaan terhadap dampak perubahan iklim dan cuaca, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan seminar dan workshop dengan pembicara utama Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). “Kewaspadaan terhadap perubahan iklim dan cuaca menjadi isu yang sangat penting tidak hanya untuk keberlangsungan hidup anak cucu di masa mendatang, tapi juga untuk kehidupan generasi saat ini” tutur Dr. Paripurna, S.H., M. Hum., LL. M. dalam sambutan kegiatan tersebut.
BMKG sebagai penyedia layanan informasi cuaca untuk publik kerap kali masih mengalami kendala dalam prediksi perubahan cuaca karena dampak perubahan iklim. Inovasi, adaptasi dan mitigasi mutlak diperlukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan cuaca. Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. menyatakan bahwa sampai saat ini fasilitas BMKG masih mengandalkan produk teknologi dari negara asing. Beliau juga menyatakan bahwa hal ini menuntut peran serta peneliti dan perekayasa alat pendeteksi cuaca dan iklim agar dapat menghasilkan karya yang dapat mendukung BMKG. Saat ini BMKG telah memberikan layanan untuk transportasi penerbangan di 26 bandara. BMKG juga telah memiliki 120 stasiun meteorologi, 31 stasiun geofisika, 27 stasiun iklim, dan 40 radar cuaca bekerjasama dengan satelit milik Jepang “Himawari-8 IR”.
Untuk kita ketahui, mayoritas pusat kegiatan ekonomi dan jalur transportasi di seluruh pulau di Indonesia (terutama Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua) terletak pada zona jalur gempa dan rawan kebakaran hutan. Untuk mengatasi dampak perubahan iklim dan cuaca diperlukan 5 pilar prediksi iklim yaitu 1. intermediasi user interface (bergantung kinerja jaringan antar mesin), 2. Sistem informasi pelayanan iklim, 3. Pengamatan dan monitoring parameter cuaca, 4. Penelitian, pemodelan, dan prediksi cuaca, dan 5. Peningkatan kemampuan. Sebagai salahsatu bentuk peran aktif dalam meningkatkan kewaspadaan terhadap perubahan iklim dan cuaca, “Sekolah Pascasarjana UGM akan membentuk matakuliah baru Perubahan iklim dari berbagai perspektif”, imbuh Prof. Ir. Siti Malkhamah, M.Sc., Ph.D. Dekan Sekolah Pascasarjana UGM.
Dalam kegiatan seminar dan workshop ini, Fakultas Biologi UGM mengirimkan 3 staf yaitu Sukirno, S.Si., M.Sc., Ph.D., Dwi Umi Siswanti, S.Si., M.Sc., dan Abdul Razaq Chasani, S.Si., M.Si. “Fakultas Biologi UGM berpeluang besar untuk dapat berperan aktif dalam memprediksi perubahan iklim dan cuaca dengan menggunakan hewan dan tumbuhan sebagai bioindikator”, tutur Abdul Razaq Chasani, S.Si., M.Si dalam kegiatan yang diselenggarakan pada Senin, 2 April 2018 di Auditorium Sekolah Pascasarjana UGM tersebut.
Pada kesempatan terpisah, Dekan Fakultas Biologi UGM, Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc., juga menyampaikan bahwa perubahan iklim global telah secara signifikan mempengaruhi perubahan perilaku dan dinamika beberapa flora dan fauna. Hal ini, apabila tidak diantisipasi dengan baik, dalam jangka panjang akan mempengaruhi kerusakan lingkungan dan mengancam keberlangsungan dan berkurangnya keanekaragaman hayati di Indonesia dan dunia. Beliau yang juga selaku Ketua Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI) menyampaikan bahwa dengan jumlah anggota lebih dari 5000 Biolog yang tergabung dalam Program Studi Biologi di berbagai universitas di seluruh Indonesia, KOBI terus berperan aktif dalam mempelajari, menjaga, memanfaatkan serta aktif membantu pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia melalui pendidikan tinggi dan kerjasama riset .