Pandemi COVID-19 di dunia saat ini masih belum berakhir, termasuk di Indonesia. Berbagai upaya dilakukan untuk sedapat mungkin meminimalisir persebaran virus corona yang dapat menyebabkan keadaan dan lingkungan menjadi berubah. Tidak hanya bagi manusia saja, namun dampak dari adanya pandemi ini juga ikut menentukan nasib dari biodiversitas Indonesia. Hal ini mendorong Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI) mengadakan Webinar KOBI 5 dengan mengusung tema Pandemi dan Nasib Biodiversitas Indonesia pada hari Rabu tanggal 10 Maret 2021.
Acara diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dipandu oleh Lisna Hidayati, M.Biotech. (UGM) sebagai Pembawa Acara. Selanjutnya sambutan dari Ketua KOBI, Prof. Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc. (UGM) yang sekaligus secara resmi membuka acara inti dari Webinar KOBI 5 ini. Ketua menyampaikan bahwa webinar ini merupakan salah satu upaya kita untuk memotivasi masyarakat, terutama mahasiswa, para pelajar serta pendidik untuk senantiasa memerhatikan (concern), meneliti, memanfaatkan dengan bijak dan melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia.
Dalam acara inti webinar KOBI kali ini dimoderatori oleh Dr. Novi Febrianti, M.Si. (UAD). Pembicara pertama yaitu Dwi Nugroho Adhiasto, S.Si., M.A. dari Wildlife Conservation Society Indonesia Program, dengan membawakan materi berjudul Perburuan dan Peredaran Illegal Satwa Liar di Masa Pandemi. “Perdagangan ilegal satwa liar merupakan perdagangan ilegal peringkat ke-3 di dunia dengan perolehan hingga $23 milyar dolar/tahun. Perdagangan ini melibatkan ribuan jenis satwa dan tumbuhan yang terancam punah. Negara Indonesia sendiri merupakan salah satu negara sumber dan sekaligus pasar. Perdagangan ilegal satwa liar menggunakan bermacam macam modus dalam pelaksanaannya yang bisa terjadi hingga lintas batas negara dan benua.”
Dalam kaitannya dengan pandemi, Dwi Nugroho Adhiasto, S.Si., M.A. menuturkan bahwa dampak perburuan dan peredaran ilegal cukup rendah karena masih banyak kejahatan tersebut berlangsung saat ini. Di pasar burung dan pasar hewan memang mengalami dampak di awal, namun kembali normal lagi setelah 6 bulan pandemi. Para pelaku banyak memanfaatkan jasa kargo/ekspedisi yang mempermudah perdagangan online baik legal maupun ilegal. Preferensi penyelundupan satwa liar juga rupanya sering dilakukan melalui exit points. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, biologist memiliki potensi untuk berpartisipasi di satwa liar misalnya dalam melakukan riset satwa liar, sebagai technical expert yang dapat mengidentifikasi jenis satwa dan asal geografisnya, maupun berperan dalam green criminology.
Yus Rusila Noor dari Head of Programme Wetlands International Indonesia sebagai pembicara kedua membawakan materi dengan judul Burung Air di Masa Pandemi. “Burung air itu sendiri adalah jenis burung yang secara ekologis kehidupannya bergantung kepada keberadaan lahan basah. Burung air banyak memberikan jasa/kebermanfaatan bagi lingkungan yaitu yang pertaman memberikan jasa pemberian (provisioning service) karena dapat dimanfaatkan daging, bulu dan lemaknya. Kedua yaitu jasa pendukung (supporting service) sebagai penyerbuk, sebaran bibit tanaman dan anakan hewan, bio-indikator, dan perlindungan dari preator. Ketiga yaitu jasa pengaturan (regulating service) sebagai kontrol hama bagi petani dan kontrol penyakit. Keempat yaitu jasa budaya (cultural service) sebagai eccotourism, perburuan dengan izin, seni, dan kepercayaan di masyarakat.” Tutur Yus Rusila Noor.
Dalam kaitannya selama masa pandemi, dampak langsung pandemi pada burung air yaitu terjadi berbagai pembatasan, termasuk survey di lokasi dengan keanekaragaman hayati tinggi, yang dapat mendorong pihak tertentu untuk lebih leluasa berburu. Dampak lainnya adalah berkurangnya kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan mendorong meningkatnya kejahatan di bidang satwa liar yang berpengaruh pada satwa endemik dan terancam punah.
“Pandemi mengajarkan kita bahwa diperlukan ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu untuk mengambil keputusan. Serta diperlukan keterlibatan masyarakat untuk memberikan pendidikan dan pengetahuan mengenai kepentingan kehidupan liar.” Papar Yus Rusila Noor sebagai penutup.
Acara ini dihadiri oleh lebih dari 270 peserta mulai dari dosen, instansi, maupun mahasiswa di Indonesia. Selama masa pandemi ini, KOBI telah melaksanakan 5 kali Webinar dalam rangka menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan turut serta mensukseskan program MBKM pada seluruh Prodi Biologi di Indonesia.