Tiara Putri, mahasiswa program Doktor Fakultas Biologi UGM, telah berhasil meraih beasiswa keduanya dalam rangka program double degree dengan Universität Greifswald, Jerman, yakni beasiswa Landesgraduiertenförderungsverordnung, Mecklenburg-Vorpommern (LGFVO M-V). Setiap semester, Universität Greifswald memberikan beasiswa LGFVO M-V ini kepada para akademisi muda yang saat ini sedang menempuh studi doktoral dan memiliki prestasi serta latar belakang akademis yang menonjol. Tingkat seleksi dan peluang penerimaan beasiswa ini sangat ketat, karena tiap semesternya hanya sejumlah 7 mahasiswa doktoral di Universität Greifswald yang akan mendapatkan award tersebut. Kriteria seleksi diantaranya meliputi pencapaian akademik selama studi Bachelor dan Master, pengalaman penelitian sebelumnya, kualitas proyek riset doktoral yang akan dilakukan, serta surat rekomendasi dari Profesor dalam bidang penelitian yang serupa.
Sebelumnya pada tahun 2022, Tiara juga telah menerima award Bayer Foundation Fellowship in Drug Discovery (Germany). Sebagai penerima kedua beasiswa tersebut, saat ini Tiara tengah menjalankan studi double degree jenjang doktoralnya di Department of Molecular Genetics and Infection Biology, Universität Greifswald, di bawah bimbingan Prof. Dr. rer. nat Sven Hammerschmidt, dan juga di Fakultas Biologi UGM di bawah bimbingan Prof. Budi Setiadi Daryono. Proyek penelitian Tiara juga berkolaborasi dengan Pusat Riset Biologi Molekular Eijkman, BRIN, dengan co-promotor Dr. Dodi Safari, kepala laboratorium Molecular Bacteriology. Riset yang dilakukan Tiara mengusung topik “Viral-Bacterial Coinfection of Streptococcus pneumoniae and Influenza A Virus in the Upper Respiratory Tract.”
Berdasarkan penelitian sebelumnya, lebih dari 95% morbiditas dan mortalitas akibat pandemi influenza yang telah terjadi di dunia disebabkan oleh koinfeksi dengan bakteri. Streptococcus pneumoniae merupakan patogen bakteri yang paling banyak diisolasi dalam pandemi influenza tersebut. WHO juga melaporkan bahwa bakteri ini menyebabkan hingga satu juta kematian anak per tahun, sehingga merupakan isu khusus dalam sistem kesehatan global. Untuk meneliti lebih lanjut mengenai koinfeksi bakteri dan virus ini, Tiara menggunakan potongan jaringan paru-paru tikus sebagai pengganti hewan uji tikus.
Menurut Tiara, metode ini merupakan alternatif yang sangat bagus untuk memenuhi kebutuhan terhadap model hewan uji di laboratorium dan klinik. Manfaatnya sangat besar dalam memenuhi prinsip 3R (Replacement, Reduction and Refinement) untuk mengurangi jumlah hewan yang digunakan dalam eksperimen secara in vivo. Konsep 3R penting dalam rangka mengimplementasikan poin no.12 dalam Sustainable Development Goals (SDGs): “to ensure sustainable consumption and production patterns”, karena konsep ini mengedepankan konservasi energi dan sumber daya. “Irisan jaringan paru-paru ini dapat mempertahankan kompleksitas seluler dan arsitektur paru-paru, sehingga menyediakan platform yang hampir menyerupai kondisi aslinya untuk meneliti bakteri maupun virus patogen pada saluran pernapasan makhluk hidup. Oleh karenanya, sangat membantu dalam mengurangi penggunaan hewan uji dalam dunia riset maupun klinis,” papar Tiara.