Pada tanggal 11 Desember 2018 pagi sekitar pukul 04.30 WIB, Donan Satria Yudha, M.Sc., dosen Fakultas Biologi UGM, yang juga Kepala Museum Biologi UGM menerima informasi dari teman-teman pemancing yang tergabung dalam WWI (Wild Water Indonesia), mengenai ditemukannya penyu mati di wilayah Pantai Siliran, Kulon Progo. Menindaklanjuti informasi tersebut, Donan segera berkoordinasi dengan menghubungi pihak BKSDA Yogyakarta guna meneruskan informasi tersebut. Pada hari yang sama, tim gabungan dari Fakultas Biologi UGM, WWI, AKJ dan BKSDA Yogyakarta segera menuju lokasi ditemukannya bangkai penyu tersebut. Tim Biologi diketuai oleh Donan selaku kepala Museum Biologi UGM membawa tim yang terdiri dari FX Sugiyo Pranoto, S.Si. (Frans) selaku teknisi Museum Biologi UGM; Rury Eprilurahman, M.Sc. sebagai salah satu dosen Biologi UGM ahli herpetologi; serta drh. Slamet Raharjo, MP. dari Fakultas Kedokteran Hewan UGM untuk melaksanakan nekropsi penyu bersama tim BKSDA Yogyakarta.
Donan dan tim tiba di lokasi sekitar pukul 10.00 WIB, di lokasi sudah menunggu Mas Bambang dan Mas Rohmad dari WWI Kulon Progo, yang membantu proses penguburan penyu malam sebelumnya dan Mas Nur Rohmat relawan dari AKJ (Animal Keeper Jogja). Tidak lama kemudian, drh. Yuni Tita Sari dan beberapa anggota dari BKSDA Yogyakarta datang ke lokasi.
Proses nekropsi berlangsung lebih kurang 3 jam. Menurut Donan, jenis penyu yang ditemukan adalah penyu hijau (Chelonia mydas). Identifikasi tersebut berdasarkan penghitungan jumlah sisik karapas dan pola sisik kepala. Penyu yang ditemukan dalam keadaan mati tersebut memiliki ukuran panjang karapas sekitar 75 cm dan lebar karapas sekitar 45 cm.
Setelah diidentifikasi dan diukur karapasnya, Frans bersama Donan kemudian mulai membedah penyu tersebut dengan berkoordinasi dengan drh. Tita. Sampel paru-paru dan usus kemudian diambil untuk dianalisa patologinya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, drh. Slamet Raharjo dan Donan memperkirakan usia penyu tersebut adalah dewasa tua, ditinjau dari beberapa hal, yaitu: ukuran karapas dan adanya teritip (Cirripedia, subfilum Crustacea) yang menempel pada tubuh luar penyu. Pada penyu yang mati ini, banyak sekali dijumpai teritip di bagian karapas dan tungkai belakang. ’Hal ini sangat umum dijumpai pada penyu dikarenakan larva teritip berenang bebas dan dapat menempel di setiap bagian tubuh hewan laut maupun benda mati di dalam laut” sambung Rury. “Pada individu penyu yang masih muda dan kuat (sehingga mampu berenang dengan cepat dan sigap), kemugkinannya sangat kecil bagi larva teritip untuk menempel dan membangun cangkang atau “rumah” di permukaan luar tubuh penyu” tambah drh. Slamet. Setelah semuanya beres, bagian tubuh penyu yang telah di nekropsi kemudian dikubur kembali di tempat semula. Kegiatan analisa kematian penyu pada hari itu akhirnya berjalan dengan lancar dengan kerjasama antara dosen-dosen Fakultas Biologi UGM, Fakultas Kedokteran Hewan UGM dan BKSDA Yogyakarta. Peran tim Biologi lebih dalam hal identifikasi jenis penyu, pembedahan dan prakiraan usia penyu.