Tim MBKM Pengabdian kepada Masyarakat Fakultas Biologi UGM 2024 yang dibimbing oleh Dr. Dwi Sendi Priyono, S.Si., M.Si. bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat serta Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar melaksanakan pengujian DNA Forensik terhadap barang bukti dalam kasus penyiksaan monyet oleh ASN Singkawang berinisial RS.
Sumber foto: KOMPAS.com/HENDRA CIPTA
Proses pemeriksaan berlangsung di Laboratorium Sistematika Hewan Fakultas Biologi UGM sejak sampel diterima pada Jumat, 1 Maret 2024. Tim melakukan pemeriksaan DNA forensik pada organ anakan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) bagian rambut dan telapak tangan dengan melibatkan sejumlah mahasiswa yang secara kolektif menangani sampel mulai dari isolasi, amplifikasi, hingga visualisasi hasil. Pemeriksaan DNA menjadi salah satu tahap penting untuk mengonfirmasi identifikasi awal terhadap barang bukti yang ditemukan.
RS, seorang pegawai kelurahan di Kabupaten Singkawang diamankan kepolisian pada Rabu, 7 Februari 2024 setelah salah satu konten video penyiksaannya ramai dan disorot aktivis pecinta hewan luar negeri. Berdasarkan video yang beredar, monyet ekor panjang disiksa dengan cara direbus, digoreng, dipotong, dan dipukul menggunakan palu. Atas perbuatannya, RS dikenakan Pasal 91 Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan atau Pasal 302 KUHP tentang Penganiayaan Terhadap Hewan dengan ancaman pidana sembilan bulan penjara, serta jika proses identifikasi DNA forensic berhasil akan digunakan sebagai barang bukti untuk menjerat Undang-undang Karantina.
Analisis DNA forensik pada kasus penganiayaan hewan merupakan langkah penting untuk mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDG), khususnya dalam hal SDG 15 Kehidupan Darat dan SDG 16 tentang Perdamaian, Keadilan, dan Institusi yang Kuat. Dengan menggunakan teknologi ini, kita dapat memberikan bukti yang kuat terkait pelanggaran terhadap hewan, memastikan penegakan hukum yang adil, dan mendorong kesadaran akan pentingnya melindungi kehidupan hewan untuk menjaga ekosistem yang seimbang. Dengan demikian, kolaborasi antara sains forensik dan perlindungan hewan dapat berkontribusi positif terhadap berbagai aspek SDG, termasuk keadilan, perdamaian, dan keberlanjutan lingkungan.