Ziyan Fareysa Abharani (KSE XXV), selaku Kepala Divisi PSDM, menambahkan “Upgrading Skills kali ini hadir dengan nuansa berbeda. Jika sebelumnya berfokus pada penguatan konsep kepemimpinan dalam organisasi, kini kami mencoba mengenalkan
Kegiatan MahasiswaRilis Berita Senin, 22 Desember 2025





Ziyan Fareysa Abharani (KSE XXV), selaku Kepala Divisi PSDM, menambahkan “Upgrading Skills kali ini hadir dengan nuansa berbeda. Jika sebelumnya berfokus pada penguatan konsep kepemimpinan dalam organisasi, kini kami mencoba mengenalkan
Kegiatan MahasiswaRilis Berita Senin, 22 Desember 2025







Kegiatan MahasiswaRilis Berita Senin, 22 Desember 2025





Kegiatan MahasiswaRilis Berita Jumat, 19 Desember 2025

Bagi Alex, mahasiswa Environmental Science dari University of Melbourne, keputusan untuk mengikuti program pertukaran di UGM adalah sebuah langkah berani. Tertarik oleh foto-foto kampus yang indah dan lokasi yang dekat dengan Australia, Alex menukar aula kuliah raksasa di Melbourne dengan ruang kelas yang lebih akrab dan santai di Fakultas Biologi UGM.
Cara Belajar yang Lebih Personal
Alex merasakan perubahan besar dalam suasana akademik setibanya di UGM. Berbeda dengan kelas-kelas besar di universitas asalnya, UGM menawarkan kelompok belajar yang lebih kecil dan interaksi yang jauh lebih intens dengan dosen. “Lingkungan akademiknya sangat bagus,” ungkap Alex, seraya menambahkan bahwa mata kuliah seperti Environmental Science, Toksikologi, dan Anatomi Tumbuhan sangat membantu memperdalam ilmunya.
Gaya mengajar yang ia gambarkan sebagai lebih mandiri ternyata memberikan keuntungan tersendiri. Hal ini memungkinkannya menyeimbangkan waktu studi dengan keinginan untuk menjelajahi kota dan membangun koneksi yang lebih dalam dengan sesama mahasiswa.
Melampaui Bali: Menemukan Jantung Kota Jogja
Jika banyak warga Australia hanya mengenal Bali, Alex menemukan sisi lain Indonesia di Yogyakarta. Kesan pertamanya adalah suasana kota yang santai dan keramahan staf serta mahasiswa yang mengejutkan. Satu pengalaman budaya yang membekas baginya bukanlah monumen megah, melainkan jajanan lokal: Cireng isi ayam teriyaki di pasar Sunmor. “Tekstur renyah dan kenyalnya sangat enak, sampai-sampai saya selalu mencari cireng di setiap menu setelah itu!”
Namun, aspek paling unik dari Jogja bagi Alex adalah orang-orangnya. Datang dari kota di mana orang-orang cenderung kurang ramah di ruang publik, ia terharu oleh senyum spontan, anggukan sapaan, dan percakapan yang dimulai begitu saja.
Mengatasi Kecemasan dan Menemukan Perspektif baru
Salah satu kenangan paling “nyata” bagi Alex terjadi di luar kelas saat perjalanan ke Merapi. Ketika motor seorang teman mogok di Kaliurang, hari itu berubah menjadi petualangan sureal yang melibatkan kunjungan ke kedai kopi dadakan hingga momen pengemudi Grab menyeret motor tersebut sepanjang jalan kembali ke UGM.
Mengingat perjalanannya, Alex mengaku awalnya ia merasa cemas pindah ke negara yang belum ia kenal. Sarannya untuk mahasiswa di masa depan adalah untuk melawan rasa takut tersebut:
“Citra apa pun yang Anda miliki tentang Indonesia hampir pasti salah—ada begitu banyak keragaman dan kompleksitas di sini. Datanglah dengan kesiapan untuk menghadapi tantangan terhadap prasangka Anda. Saya tidak bisa membayangkan hidup saya jika dulu saya membatalkan niat ini.”
Alex merangkum pengalamannya dalam tiga kata kuat: Learning, Understanding, dan Real. Baginya, pertukaran ini adalah pengingat bahwa terlepas dari latar belakang yang berbeda, pada tingkat fundamental, kita semua memiliki banyak kemiripan.
Kegiatan MahasiswaRilis Berita Kamis, 18 Desember 2025












Bagi Esther de Groot, mahasiswa Health & Life Sciences dari Vrije Universiteit Amsterdam, program pertukaran pelajar adalah kesempatan untuk keluar dari zona nyaman. Mencari kontras yang nyata dari kehidupannya di Belanda, ia memilih Fakultas Biologi UGM karena reputasinya yang tinggi serta kesempatan untuk mendalami budaya dan alam Indonesia yang unik.
Suasana Akademik yang Segar
Di Amsterdam, studi Esther berfokus pada biologi manusia. Di UGM, ia menantang dirinya dengan mendalami biologi laut, tumbuhan, dan hewan. Meski berbeda dari jalur studinya yang biasa, ia merasa pengalaman ini sangat berharga, terutama karena lingkungan fakultas yang “cosy” (nyaman) dan hangat.
“Saya sangat menyukai suasana di fakultas. Tidak terlalu besar dan rasanya seperti semua orang saling mengenal,” ungkapnya. Ia sangat menikmati mata kuliah Pencemaran Lingkungan & Toksikologi karena diskusi yang menarik, serta Genetika, di mana praktikum hari Kamis sore yang intens menjadi momen favoritnya. “Saya melakukan banyak hal praktis yang belum pernah saya lakukan sebelumnya, dan itu sangat menyenangkan bersama mahasiswa lainnya.”
Sorakan “Bule” dan Keramahan Lokal
Perjalanan Esther diwarnai momen-momen tak terduga, namun ada satu yang ia anggap “hanya ada di Yogyakarta.” Setelah tidak sengaja mampir ke acara Comic-Con, ia dan seorang temannya justru ikut bermain ‘LARP’. Saat mereka menang, ribuan orang bersorak menyemangati mereka sambil meneriakkan “Bule! Bule!”. Semangat keterbukaan ini, menurutnya, adalah sesuatu yang tidak akan pernah terjadi di Belanda.
Di luar kota, kenangan favorit Esther adalah tur Jawa Timur yang dilakukan tanpa tidur. Melihat blue fire di Gunung Ijen, kawah Bromo, dan air terjun Tumpak Sewu bersama sekelompok teman yang baru dikenal menjadi salah satu momen paling istimewa dalam hidupnya.
Pesan untuk Mahasiswa Mendatang
Meski awalnya sempat merasa kewalahan dengan kemacetan yang “kacau” dan ritme hidup yang berbeda, Esther belajar untuk menghargai pola pikir positif orang-orang yang ia temui. Saran terbesarnya untuk mahasiswa masa depan adalah menjalin pertemanan dengan mahasiswa lokal sejak awal.
“Kenangan paling lucu, menarik, dan tak terduga sebagian besar tercipta bersama mahasiswa Indonesia. Ini adalah cara yang sangat menyenangkan untuk belajar tentang budaya dan selalu ada banyak hal untuk dibicarakan.”
Esther merangkum waktunya di UGM dalam tiga kata: Edukatif, Menyenangkan, dan Nyaman (Cosy)—sebuah perjalanan di mana ia merasa sangat diterima sejak hari pertama.
Kegiatan MahasiswaRilis Berita Kamis, 18 Desember 2025





Bagi Hilde Aris, mahasiswa Clinical Sciences dari Vrije Universiteit Amsterdam, Indonesia bukan sekadar destinasi pertukaran pelajar—ia adalah jawaban atas rasa ingin tahunya. Tertarik dengan keragaman budaya dan alamnya, ia memilih UGM dan Yogyakarta, kota yang dikenal sebagai pusat kehidupan mahasiswa di Indonesia.
Pergeseran Akademik yang Praktis
Di Belanda, studi Hilde sangat berfokus pada biologi manusia. Di Fakultas Biologi UGM, perspektifnya meluas ke arah alam dan keanekaragaman hayati. Ia merasa pendekatan “pembelajaran berbasis lapangan” sangat menyegarkan, melibatkan sesi di luar kelas dan praktikum mengenai isu-isu dunia nyata.
Mata kuliah favoritnya, Pencemaran Lingkungan dan Toksikologi, memungkinkannya membandingkan tantangan lingkungan antara Belanda dan Indonesia. Di luar kurikulum, ia sangat menghargai ukuran kelas yang kecil dan personal: “Hal ini mendorong partisipasi aktif. Saya sangat menyukainya dan menjadi lebih menikmati kelas karena itu.”
Koneksi di Luar Ruang Kelas
Pengalaman Hilde diwarnai oleh kehangatan orang-orang yang ia temui. Salah satu kenangan yang paling ia syukuri terjadi saat ia pergi bermain bulu tangkis. Ia diajak bermain oleh pasangan lokal, Ana dan Vino, yang kemudian menjadi rutin bermain setiap minggu dan makan malam bersama. “Mereka sudah seperti sosok orang tua bagi saya selama di Yogyakarta,” kenang Hilde.
Momen “hanya ada di Indonesia” lainnya yang berkesan adalah acara Bingo Lustrum di fakultas, yang berakhir dengan sesi karaoke bersama antara dosen dan mahasiswa menyanyikan lagu “Aku Cinta Jogja.” Baik saat membela tim hoki UGM di Stadion Pancasila atau ikut merayakan Hari Kemerdekaan di lingkungan rumahnya, Hilde merasakan suasana inklusif di mana pun ia berada.
Pesan untuk Mahasiswa Mendatang: “DO DO DO IT”
Saran Hilde bagi mereka yang mempertimbangkan UGM sangat sederhana: tempatkan Indonesia di urutan teratas daftar Anda. Meski teman-teman sesama mahasiswa pertukaran sangat menyenangkan, ia menekankan pentingnya menjalin hubungan dengan warga lokal.
“Investasikan waktu untuk bertemu orang lokal: teman sekelas orang Indonesia atau bahkan orang yang Anda temui di jalan. Semua orang sangat ramah dan ingin berbagi cerita mereka.”
Hilde menggambarkan enam bulannya di UGM dengan tiga kata: “Cinta, Beautiful, dan Special.” Baginya, ini bukan sekadar semester akademik, melainkan enam bulan terbaik dalam hidupnya.
Kegiatan MahasiswaRilis Berita Kamis, 18 Desember 2025




Bagi Zuzanna, mahasiswa tahun ketiga Biomedical Sciences dari Vrije Universiteit Amsterdam, tidak ada ruang kelas yang lebih baik daripada alam Indonesia. Didorong oleh kecintaan yang mendalam pada alam, ia memilih UGM bukan hanya karena prestisenya sebagai universitas terbaik di Indonesia, tetapi juga karena lingkungan risetnya yang kaya dan status Indonesia sebagai pusat biodiversitas dunia.
Belajar Langsung di Laboratorium Alam
Pengalaman akademik Zuzanna di Fakultas Biologi diwarnai oleh inspirasi dan interaksi langsung. Ia sangat terkesan dengan wawasan para dosen yang mampu menginspirasi mahasiswa melalui riset-riset mereka. Berbeda dengan kuliah berskala besar di Belanda, ia merasa kelas-kelas kecil di UGM memungkinkan pendekatan yang jauh lebih individual dan personal.
Namun, kenangan terindahnya tercipta di luar ruang kelas melalui kegiatan lapangan (field trip).
“Saya sangat menyukai kunjungan lapangan Ekologi Laut ke hutan mangrove dan pantai. Kegiatan ini memberikan pengalaman langsung dalam riset ekologi dan kami bisa melihat langsung titik pusat keanekaragaman hayati Indonesia yang begitu dekat dengan Jogja!”
Perjalanan ini bukan sekadar tentang data; bagi Zuzanna, pengalaman ini membantunya memahami pentingnya konservasi dan cara-cara nyata untuk melestarikan alam.
Menemukan Keajaiban “Hanya di Indonesia”
Meskipun kesan pertamanya terhadap Yogyakarta adalah “kacau”—terutama saat belajar mengendarai skuter di tengah lalu lintas yang padat—ia segera menemukan keindahan dalam budaya lokal. Ia mulai mencintai suasana kantin kampus yang hidup, pakaian batik indah yang dikenakan para dosen, dan keramahan warga yang selalu siap membantu.
Salah satu kenangan budaya yang paling berkesan terjadi di Kalimantan. Saat sedang mencari makan malam, ia dan teman-temannya diundang ke acara pra-pernikahan tradisional. Mereka menyaksikan pasangan pengantin dimandikan dengan air bunga sebagai bentuk berkat dari keluarga—sebuah potret tradisi lokal yang langka dan intim. Bagi Zuzanna, melihat spesies endemik seperti orangutan, bekantan, dan beruang madu di alam liar adalah mimpi yang menjadi kenyataan yang ia sebut sebagai momen “benar-benar hanya ada di Indonesia!”
Pesan dari Hati: “Just Do It!”
Zuzanna akan sangat merindukan kesehariannya di Yogyakarta: bersepeda ke kampus untuk kelas jam 7 pagi dengan pemandangan Gunung Merapi di kejauhan, menyantap gado-gado yang lezat untuk makan siang, dan berbelanja di pasar lokal.
Saran darinya untuk calon mahasiswa internasional sangat singkat dan tegas: “Lakukan saja! Ini akan menjadi petualangan paling luar biasa dalam hidupmu.”
Zuzanna merangkum perjalanannya di UGM dengan tiga kata: Passion, Relax, and Enjoyment. Sebuah semester yang memicu rasa ingin tahu ilmiahnya sekaligus memberinya kesempatan untuk menikmati ritme hidup Indonesia yang indah.
Kegiatan MahasiswaRilis Berita Kamis, 18 Desember 2025




Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) baru-baru ini menjadi tuan rumah bagi Adéla Straková, seorang mahasiswa sarjana Biomedical Sciences dari Vrije Universiteit di Amsterdam, Belanda. Adéla memilih UGM sebagai pilihan pertamanya untuk program pertukaran, didorong oleh keinginan akan pengalaman budaya yang sepenuhnya berbeda di belahan dunia lain, ditambah dengan reputasi baik UGM dan janji akan alam Indonesia yang menakjubkan serta keramahan penduduknya.
Menavigasi Struktur Akademik yang Baru
Adéla menggambarkan pengalaman akademiknya secara keseluruhan di Fakultas Biologi sebagai “sangat positif,” meskipun ia mencatat bahwa beberapa perbedaan memerlukan penyesuaian. Ia menyebut kehadiran wajib dalam kuliah dan tantangan awal dalam penjadwalan mata kuliah sebagai praktik yang baru baginya, berbeda dengan standar di universitas asalnya.
Ia juga menyebutkan bahwa kelas sering dijadwal ulang atau dibatalkan pada menit-menit terakhir, yang membuat semester terasa “sedikit berliku” pada awalnya. Namun, ia menekankan bahwa fakultas telah melakukan yang terbaik untuk mengakomodasi kebutuhan mahasiswa pertukaran.
Terlepas dari penyesuaian ini, Adéla menemukan nilai signifikan dalam mata kuliahnya, terutama menyukai kelas yang memungkinkan debat dan berbagi perspektif.
“Menurut saya, saya paling menikmati kelas di mana kami dapat berdebat dengan orang lain dan berbagi sudut pandang kami. Saya belajar paling banyak tentang latar belakang ekonomi, politik, dan ekologi Indonesia melalui itu dan sangat berterima kasih untuk kelas seperti Pencemaran Lingkungan dan Toksikologi serta para mahasiswa dan pengajar di kelas itu!”
Pendekatan Personal dalam Pembelajaran
Adéla mencatat perbedaan yang jelas dalam gaya mengajar. Perbedaan terbesar adalah pendekatan personal dan hubungan dekat yang terjalin dengan dosen, yang sangat kontras dengan kuliah besar (seringkali lebih dari seratus mahasiswa) di universitas asalnya. Ukuran kelas yang jauh lebih kecil di UGM memungkinkan hubungan yang lebih dekat, debat, dan mendengarkan perspektif budaya yang beragam.
Ia mencatat: “Secara umum, saya akan mengatakan fokus pendidikan di sini tidak terlalu pada menghafal materi tetapi lebih pada debat dan mendapatkan pengetahuan melalui interaksi dengan orang lain.”
Aspek unik lainnya adalah berkomunikasi dengan dosen melalui WhatsApp, yang, meskipun awalnya terasa aneh, membantu “meruntuhkan beberapa hambatan” dan membuat komunikasi menjadi lebih alami dan nyaman, memicu percakapan di masa depan.
Menikmati “Gaya Hidup Santai” Yogyakarta
Kesan pertama Adéla terhadap Yogyakarta adalah campuran antara kebingungan dan ketakutan, tetapi kota ini dengan cepat “tumbuh dalam diri saya tidak seperti kota lain.” Ia menyadari bahwa meskipun Yogyakarta mungkin bukan destinasi turis biasa, tinggal di sana adalah “salah satu pengalaman terbaik dalam hidup saya.” Kesan awalnya terhadap UGM adalah ukuran kampusnya yang sangat besar, meskipun ia jarang menjelajah di luar area Fakultas Biologi.
Hal yang meninggalkan kesan budaya yang kuat adalah kemampuan orang Indonesia untuk “hanya duduk santai dan menikmati hidup tanpa terburu-buru ke mana-mana”—ritme yang lebih lambat yang masih ia coba untuk ia terima. Ia juga menyukai makanan dan betapa eratnya budaya makanan sejalan dengan alam.
Pelajaran Berharga tentang Kebaikan
Ketika ditanya tentang momen “hanya ada di Indonesia” atau “hanya ada di Yogyakarta,” Adéla menceritakan insiden tak terlupakan ketika skuternya mogok di tengah jalan. Sebelum ia sempat menyadari apa yang terjadi, “tiba-tiba ada setidaknya tiga orang membantu saya.”
“Mereka dengan cepat membantu saya memperbaiki skuter dan hanya tersenyum ketika saya berterima kasih kepada mereka. Saya pikir kebaikan dan membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun inilah yang membuat Indonesia begitu istimewa, dan lebih banyak orang dan budaya bisa belajar satu atau dua hal darinya.”
Di luar kelas, Adéla beruntung bisa bepergian secara ekstensif, mencatat bahwa setiap sudut Indonesia itu indah dan bahwa keragaman—alam, agama, dan budaya—tidak pernah berhenti membuatnya takjub.
Nasihat untuk Calon Mahasiswa
Nasihat Adéla untuk calon mahasiswa internasional di masa depan yang tertarik pada program pertukaran UGM berpusat pada kesabaran dan interaksi:
Adéla Straková menyimpulkan waktunya di UGM dengan tiga kata: “Penuh liku, transformasi, tak terlupakan.”
Kegiatan MahasiswaRilis Berita Rabu, 17 Desember 2025





Jatuh Cinta pada Budaya dan Sambutan Hangat Yogyakarta
Momen Tak Terlupakan di Luar Kelas
Pesan untuk Calon Mahasiswa Pertukaran
Layla McKenzie merangkum seluruh pengalamannya di UGM dalam tiga kata: “Educational, memorable, and epic!”
Kegiatan MahasiswaRilis Berita Selasa, 16 Desember 2025








