Selasa, 26 Maret 2024 – Membicarakan perikanan Hiu skala kecil di Indonesia memang tidak pernah ada habisnya. Pada satu sisi secara Ekologi, Hiu memegang peranan penting di ekosistem. Namun, disisi lain menjadi sumber penghidupan banyak masyarakat pesisir. Sayangnya, generalisasi stigma negatif sudah menjadi santapan harian nelayan yang alternatif mata pencahariannya seringkali terbatas. Belum lagi, hal ini diperparah dengan minimnya data ilmiah terkait aspek Biologi, Ekologi Hiu, atau Sosio-ekonomi, yang padahal sangat krusial dalam menentukan arah kebijakan pengelolaan.
Hal ini menjadi landasan dari YAPEKA, menyelenggarakan Lokakarya yang mengangkat tema “Perikanan hiu skala kecil di Indonesia, akankah lestari?” bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University, dan Fakultas Biologi UGM, serta dukungan penuh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar, WWF Indonesia, Thresher Shark Indonesia, Mobula Project Indonesia, Elasmobranch Project Indonesia, Rekam Nusantara Foundation.
Lokakarya ini merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan diskusi dan diseminasi terkait penelitian perikanan hiu skala kecil di Desa Batuwingkung, Kab. Kep Sangihe yang dilakukan oleh YAPEKA selama 1 tahun terakhir, didanai oleh Save Our Seas Foundation (SOSF), Conservation Strategy Fund Indonesia (CSF), didukung oleh tim prototipe bekal pemimpin 3 dari United in Diversity (UID). Penelitian ini dimotori oleh Citra Septiani, M.Res (YAPEKA), Elisabeth Astari, S.Si (YAPEKA), dan Akbar Reza, M.Sc yang merupakan anggota ahli di bidang Ekologi sekaligus staff di Laboratorium Ekologi dan Konservasi Fakultas Biologi UGM. Penelitian dan Lokakarya ini juga bentuk perwujudan kerjasama antara YAPEKA dan Fakultas Biologi UGM. Lebih lanjut, penelitian ini juga dibantu oleh Asisten Riset YAPEKA yaitu Abiomi Ciptoning Bentali, S.Pi (UNPAD) dan Mega Senja Bramh, S.Pi (UB).
Kegiatan diawali dengan sesi utama yang dimoderatori Heri (Konsultan Perikanan Independen/Bekal Pemimpin). Pada sesi ini, Prof. Dr. Ir. Fredinan Yulianda (FPIK IPB University) dengan judul “Tantangan konservasi dan status pengelolaan” menekankan pentingnya manajemen adaptif. Hal senada juga disampaikan Dr. Fahmi (BRIN) saat membahas “Status konservasi spesies Hiu secara global” bahwa energi harus digunakan secara efektif untuk meregulasi perikanan hiu, misalnya mengawasi pengusaha secara ketat. Pada kesempatan yang sama, mewakili BPSPL Makassar, Permana Yudiarso, S.T.,M.T menekankan regulasi yang terus didorong seperti kuota, regulasi ukuran, pelaporan, dan perijinan serta update terkait spesies-spesies yang dimasukan ke dalam Appendix IIdalam paparannya berjudul “Implementasi konservasi sumberdaya Hiu di Wilayah Kab. Kepulauan Sangihe”, termasuk harapan kolaborasi berbagai pihak. Hal ini dilanjutkan oleh paparan Citra Septiani, M.Res (YAPEKA) yang mencoba mengungkap data terkait aspek ekologi dan sosio-ekonomi perikanan hiu di Desa Batuwingkung, Sangihe, termasuk potensi pengembangan ke depan sebagai alternatif mata pencaharian dari model bisnis lain. Paparan ini selanjutnya ditanggapi oleh Dr. Alin Halimatussadiah (Kepala Kajian Grup Penelitian Ekonomi Lingkungan FEB UI) terkait proses livelihood switching bagi nelayan dalam konteks ekonomi yang harus melibatkan proses panjang dan kolaboratif.
Kegiatan semakin interaktif karena berbagai LSM yang berkecimpung di dunia perikanan hiu di Indonesia berkenan membagikan pengalamannya di lapangan di sesi selanjutnya yang dimoderatori Widhya N. Satrioajie (Deputi Kebijakan Pembangunan BRIN/Bekal Pemimpin). Misalnya, Thresher Shark Indonesia memberikan insentif berupa dana pendidikan untuk merubah perilaku sekaligus memutus rantai kemiskinan di Alor, Mobula Project Indonesia yang memberikan pelatihan-pelatihan bagi ibu-ibu nelayan di Muncar, WWF berbagi soal inisiasi data ekologi jangka panjang untuk Hiu Tikus dan identifikasi habitat kritis di Bali, Elasmobranch Project Indonesia berbagi soal upaya pendataan komoditas tangkapan sampingan dan penelitian ekologi serta sosial lainnya di TN Karimunjawa, atau Rekam Nusantara yang berbagi soal komposisi tangkapan Pari di Rembang yang didominasi anakan. Selanjutnya, peserta Lokakarya dibagi menjadi 5 kelompok untuk berdiskusi secara intensif meskipun dengan keterbatasan waktu untuk menjawab beberapa pertanyaan yang sudah disiapkan panitia diantaranya “Apakah perikanan hiu lestari itu memungkinkan? Apa tantangan yang dialami berbagai pihak (nelayan/pengepul/pemerintah) dalam mengelola perikanan hiu?”. Lalu dilanjutkan dengan sharing singkat dari perwakilan kelompok, untuk selanjutnya disimpulkan dan ditutup dengan foto bersama.
Mengutip salah satu diskusi saat lokakarya “Jangan hanya bilang hentikan, beri solusi”. Harapannya, lokakarya nasional ini menjadi awal untuk mendorong kolaborasi berbagai pihak untuk pengelolaan perikanan hiu yang berkeadilan dan berkelanjutan, integrasi data sains jangka panjang sebagai dasar pengambilan kebijakan, termasuk mendorong secara konsisten aspek penegakan hukum. Salah satu kegiatan lanjutan dari kegiatan ini adalah diseminasi dan diskusi yang akan dilaksanakan di Kabupaten Kepulauan Sangihe bulan Mei mendatang. Seluruh rangkaian kegiatan ini diharapkan berkontribusi dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals; SDGs) khususnya dukungan terhadap pengentasan kemiskinan, mendorong pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, melalui kemitraan yang berkelanjutan, khususnya di ekosistem pesisir dan laut (SDG 1, SDG 8, SDG 17, SDG 14).