Penelitian
Pada tanggal 12-15 Juli 2022, Dosen Fakultas Biologi UGM Akbar Reza, M.Sc bersama Puji Lestari, S. Hut, M.Sc yang merupakan dosen di Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner Sekolah Vokasi UGM melaksanakan kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat di Kotabaru, Kalimantan Selatan, tepatnya di Desa Hilir Muara dan Desa Gedambaan. Kegiatan yang merupakan kerjasama lintas sektor antara Social Development Studies Center (SODEC) UGM, Fakultas Biologi UGM, PT. Mubadala Energy, Politeknik Kotabaru dan Pemerintah daerah ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2020. Kegiatan di Desa Hilir Muara berfokus pada pemberdayaan masyarakat pesisir dengan pendampingan utama pada Pokdarlis (Kelompok Sadar Lingkungan Asri), UMKM Desa (Hilir Muara Cinta Bumi), dan Bank Sampah (Bank Cinta Lingkungan Hilir Muara).Beberapa program yang diinisiasi meliputi Pembuatan Greenhouse untuk tanaman bernilai ekonomi dan khas Kalimantan, optimalisasi komposter, termasuk inisasi kerjasama dengan BUMDES dan pendampingan proses perizinan BPOM untuk UMKM lokal. Program-program tersebut diinisiasi atas keprihatinan akan kelestarian ekosistem pesisir yang sesungguhnya memberikan jasa ekosistem yang tinggi, terlebih dalam menghadapi krisis iklim. Lebih lanjut, permasalahan sampah juga menjadi permasalahan untuk daerah-daerah pesisir yang selain mengurangi estetika, juga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan dalam jangka panjang,
Kegiatan dilanjutkan di Desa Gedambaan yang berfokus pada kajian keanekaragaman hayati pesisir. Pada kesempatan ini, Akbar Reza, M.Sc sebagai tenaga ahli di bidang Ekologi dan Konservasi dan Puji Lestari, S.Hut, M.Sc sebagai tenaga ahli di bidang Kehutanan bertanggung jawab untuk melakukan justifikasi terkait teknik dan lokasi penanaman mangrove, penentuan petak ukur permanen (PUP), dan metode monitoring sebagai inisiasi untuk monitoring jangka panjang. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini didampingi secara intens oleh Fitra Nofra, S.Si dan Gema Starliantri, S.Hut sebagai Biodiversity Officer dari PT. Mubadala Energy, bekerjasama dengan Politeknik Kotabaru dan Pemerintah Desa Gedambaan sebagai aktor utama. Pada kesempatan yang sama, dilakukan juga perencanaan program penanaman tanaman khas Kalimantan bekerjasama dengan KBH Pulau Laut Sebuku di Blok Jasling area Bukit Mamake.Lebih lanjut, secara jangka panjang program-program ini diharapkan memiliki nilai ekonomi yang dapat mendukung kehidupan masyarakat lokal.
Secara umum, kegiatan penelitian dan program pemberdayaan ini secara simultan mendukung program-program nasional seperti Desa PROKLIM, adaptasi perubahan iklim, dan pelestarian ekosistem karbon biru berbasis masyarakat lokal. Besar harapan agar program-program yang dilaksanakan memang secara nyata mampu membantu masyarakat pesisir sebagai masyarakat rentan terhadap perubahan iklim. Selain itu, program-program diharapkan mampu membawa perubahan, baik dari aspek lingkungan maupun ekonomi
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan penelitian MBKM tahun 2023 yang berjudul “Analisis pertumbuhan, biomassa karbon, pembungaan dan kandungan hormon pada propagule Rhizopora mucronata Lamk. di Hutan Konservasi Mangrove, Pantai Baros, Bantul, telah dilakukan beberapa aktivitas lapangan maupun laboratorium oleh mahasiswa yang terlibat yaitu Muhammad Rafie (20/461062/BI/10613), Halimatur Rosyida (20/458282/BI/10515), Luthfi Azizatul Ulya (20/458294/BI/10527), Tsabitah Putri Asmalda (20/458322/BI/10555), Azzah Fauziyatul Hana (20/461026/BI/10577), Septiana Tri Utami (20/461086/BI/10637), Divka Amanda (20/458276/BI/10509). Aktivitas penelitian ini diketuai oleh Prof. Dr. Kumala Dewi MSc.St. dan didukung oleh mitra dari BRIN yaitu Prof. Dr. Liliana Baskorowati S.Hut. M.P.
Kegiatan diawali dengan briefing tentang pentingnya konservasi mangrove dalam rangka mendukung upaya mitigasi perubahan iklim dan pengurangan level karbon di udara. Kegiatan ini dilakukan di kantor BRIN Mlati, Yogyakarta pada tanggal 13 Februari 2023 dan penjelasan tentang Kawasan mangrove di hutan konservasi Baros dilakukan oleh Prof. Liliana Baskorowati. Kegiatan lapangan di pantai Baros dilakukan pada tanggal 4 Maret 2023 dipandu oleh beberapa staf dari BRIN dan 2 orang pengelola Kawasan konservasi (Sdr. Muhammad Sidiq Nurcholis dan Sdr Santi). Dalam kegiatan ini mahasiswa belajar mengenal beberapa jenis mangrove yang ada di pantai Baros, mengetahui cara pengukuran tinggi tanaman, luas kanopi serta mengetahui perbedaan pertumbuhan tanaman akibat adanya perbedaan level salinitas. Dalam kegiatan ini juga telah dilakukan sampling propagule dan daun mangrove untuk analisis kandungan hormon dan anatomi.
Kegiatan lapangan berikutnya dilakukan pada tanggal 11 Maret 2023, pada kegiatan ini mahasiswa membuat petak ukur pada tegakan yang didominasi oleh jenis Rhizhopora mucronata dengan ukuran petak ukur sebesar 10 x 10 m, yang kemudian dilakukan pengukuran pertumbuhan berupa tinggi dan diameter batang pada petak ukur tersebut. Mahasiswa juga melakukan penggambilan sampel tanah untuk dilakukan uji salinitas, kandungan C, N, P serta kandungan bahan organik pada PU yang telah ditentukan. Mahasiswa juga melakukan pengabilan sampel daun dan akar untuk analisis di laboratorium.
Terkait dengan cara pengukuran serapan karbon oleh tanaman, telah dilakukan penjelasan oleh Bpk Pandu Yuda Adi Putra Wirabuana. Kuliah singkat yang dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 2023 tentang serapan karbon dilakukan di kantor BRIN Mlati dan diikuti semua mahasiswa yang terlebat serta pembimbing.
Kegiatan lapangan yang ke 3 dilakukan pada tanggal 21 Mei 2023, rencananya akan dilakukan pengamatan jumlah bunga dan buah pada PU yang telah dibuat, namun dikarenakan air laut mengalami pasang maka tidak dimungkinkan masuk ke dalam petak ukur tersebut dengan alasan keamanan dan keselamatan. Oleh karena itu hanya dilakukan pengambilan sampel bunga untuk pengamatan viabilitas polen.
Adapun kegiatan di laboratorium yang telah dilakukan diantaranya proses ekstraksi untuk analisis kandungan hormon pada propagule, analisis viabilitas polen, analisis anatomi daun serta analisis substrat yang diambil dari level salinitas yang berbeda. Semua kegiatan berjalan dengan baik dan diharapkan diperoleh data hasil penelitian yang baik pula dan dapat dipublikasikan pada jurnal yang sesuai.
(Foto oleh: Farits Alhadi)
Satu lagi penambahan katak jenis baru dari Indonesia yang ditemukan di Pulau Belitung dan Lampung telah diterbitkan di Jurnal Zootaxa pada 2 September 2021 yang lalu. Pubikasi tersebut merupakan bagian dari penelitian disertasi dosen Fakultas Biologi UGM yaitu Rury Eprilurahman dari Laboratorium Sistematika Hewan. Di bawah bimbingan Prof. Rosichon Ubaidillah, M.Phill., Ph.D. (LIPI), Dr. Amir Hamidy, M.Sc. (LIPI) dan Dra. Tuty Arisuryanti, M.Sc., Ph.D (UGM), Rury melaksanakan penelitian disertasi tentang sistematika katak yang berukuran kecil dari Genus Microhyla menggunakan karakter morfologi, molekuler dan akustik (suara).
Penelitian dan publikasi tersebut merupakan kerjasama yang terjalin baik antara LIPI (saat ini menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional – BRIN) dan Fakultas Biologi UGM dengan melibatkan peneliti dari beberapa institusi lain antara lain Universitas Bengkulu, University of Delhi, Kyoto University, Belitung Biodiversity Observer Foundation, dan University of Texas at Arlington Amerika Serikat.
Menurut Amir, “Publikasi ini merupakan kolaborasi yang baik pada level nasional dan internasional untuk mendeskripsikan jenis baru tersebut karena konsep keahlian suatu jenis tidak dapat hanya sendiri, kita harus menjalin kerjasama dengan para pakar”.
Katak yang ditemukan dan dideskripsikan sebagai jenis baru merupakan anggota dari kelompok jenis Microhyla achatina yang berkerabat dekat dengan Microhyla orientalis. Individu jantan Microhyla sriwijaya memiliki ukuran 12,3 hingga 15,8 mm, moncong tumpul membulat dan memiliki tanda corak di punggung berwarna coklat kemerahan atau oranye dengan tuberkel kulit yang menonjol. Spesimen katak tersebut merupakan koleksi Museum Zoologi Bogor yang ditemukan pada tahun 2018 dan 2019 di perkebunan kelapa sawit Pulau Belitung dan Lampung oleh tim peneliti herpetologi gabungan antar beberapa institusi yang dikoordinir oleh LIPI. Nama jenis “sriwijaya” diambil mengacu pada nama Kerajaan Sriwijaya yang merupakan kerajaan terbesar di wilayah Melayu pada jamannya.
“Indonesia sebagai wilayah tropis masih menyimpan misteri keanekaragaman hayati yang selalu menunggu untuk diungkap. Dengan ditemukannya Microhyla sriwijaya, Pulau Sumatra dan sekitarnya layak disebut sebagai salah satu hotspot biodiversitas katak Microhyla,” kata Rury.
“Jenis tersebut merupakan jenis ke-47 dari genus Microhyla yang dikenal di dunia sampai saat ini. Survei lebih lanjut di wilayah Sumatra masih sangat diperlukan untuk menambahkan informasi luasan sebaran dan menentukan rekomendasi status konservasinya,” tambahnya.
Siapa yang tak kenal batik? Batik adalah salah satu bentuk kearifan lokal asli Indonesia yang telah ditetapkan sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity, atau warisan budaya lisan dan tak benda oleh UNESCO per tanggal 2 Oktober 2009 yang kemudian dikenal sebagai Hari Batik Nasional. Sejak saat itu, eksistensi batik Indonesia kian melambung hingga kancah internasional. Hal ini berdampak pada nilai ekonomi batik yang semakin meningkat, dibuktikan dengan nilai ekspor batik pada tahun 2015 yang naik sebesar 6,3% dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, atau mencapai USD 3,1 miliar (senilai dengan Rp41 triliun) dengan pasar ekspor utamanya yaitu Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Bahkan di Indonesia sendiri, batik kini telah menjadi pakaian yang cukup fashionable untuk semua kalangan. Perkembangan batik yang pesat ini tentunya membawa ‘angin segar’ dari segi perekonomian. Tetapi di sisi lain, meningkatnya produksi batik juga berarti meningkatnya penggunaan pewarna tekstil. Hingga saat ini pun, masih banyak industri batik yang menggunakan pewarna tekstil sintetis seperti indigosol, naftol, rapid, basis, indanthreen, dan procion. Alasan penggunaan pewarna sintetis antara lain karena mudah diperoleh dan mampu memberi warna yang baik saat dipakai untuk mewarnai kain batik. Namun demikian, penggunaan pewarna sintetis ini pun menimbulkan masalah kesehatan dan juga pencemaran lingkungan.
Industri tekstil yang menggunakan pewarna sintetis diakui sebagai salah satu penyumbang polutan terbesar, karena limbah yang dihasilkannya mengandung berbagai macam zat kimia berbahaya dan logam berat yang dapat mencemari sumber air bersih. Sungai Cikijing di Jawa Barat adalah salah satu bukti sumber air yang tercemar limbah pewarna tekstil sintetis. Yang lebih berbahaya lagi adalah, ternyata pewarna tekstil sintetis juga dapat bersifat toksik, mutagenik, bahkan karsinogenik (dapat memicu kanker)! Dengan demikian, untuk mengurangi dampak negatif penggunaan pewarna sintetis ini, salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber pewarna alami.
Sebagai negara megabiodiversitas, Indonesia memiliki potensi keragaman sumber daya alam baik hewan, tumbuhan, maupun mikroorganisme yang sangat menjanjikan. Dengan kekayaan ini, alternatif pencegahan dampak negatif dari penggunaan pewarna sintetis melalui ekstraksi pigmen warna dari makhluk hidup menjadi terobosan baru yang sangat mungkin dilakukan. Berbagai penelitian untuk memperoleh pewarna alami pun telah banyak dilakukan, terutama ekstraksi pigmen tumbuhan. Namun, produksi pigmen tumbuhan masih memiliki berbagai kelemahan, seperti ketidakstabilan jumlah produksi pigmen terhadap perubahan intensitas cahaya, temperatur, juga pH tanah. Potensi keanekaragaman mikroorganisme di Indonesia, khususnya bakteri penghasil pigmen, mendasari ide penelitian ini untuk menemukan pigmen warna alami yang lebih stabil, sebagai pengganti pewarna sintetis pada industri tekstil, terutama batik.
Kelompok bakteri tanah merupakan kelompok mikroorganisme penghasil pigmen terbanyak yang dapat diisolasi dengan mudah dari berbagai wilayah. Beberapa spesies bakteri tanah penghasil pigmen warna alami yang kami peroleh di antaranya Serratia marcescens yang memproduksi pigmen prodigiosin berwarna merah, Streptomyces memproduksi pigmen actinorhodin berwarna merah atau biru, Janthinobacterium lividum memproduksi pigmen violacein berwarna ungu, dan Chryseobacterium memproduksi pigmen carotenoid berwarna kuning-oranye. Untuk memproduksi pigmen-pigmen tersebut dalam jumlah besar dapat diakukan dengan optimasi jenis dan pH media. Prodigiosin paling banyak dihasilkan dengan mengkulturkan bakteri Serratia marcescens dalam media peptone glycerol broth pH 9, pigmen actinorhodin paling banyak diproduksi dengan mengkulturkan bakteri Streptomyces dalam media YMG Agar atau Bottcher-Conn’s Medium pH 7, dan pigmen violacein paling banyak diproduksi dengan mengkulturkan Janthinobacterium lividum dalam media yang mengandung pepton dengan pH 9. Pigmen warna yang diproduksi bakteri tersebut dapat digunakan untuk mewarnai berbagai jenis kain mulai dari katun (jenis kain yang paling umum digunakan untuk membatik), poliester, serat akrilik, hingga sutra dan cenderung menghasilkan warna-warna yang lembut. Jika menginginkan warna yang lebih mencolok, dapat dilakukan dengan menambahkan mordan alami (penguat warna). Stabilitas warna pigmen setelah diaplikasikan pada kain juga dapat ditingkatkan dengan merendam kain ke dalam thiourea, agar tidak mudah pudar atau luntur. Kualitas warna dari pigmen bakteri pun sangat mirip dengan pewarna sintetis. Contohnya saja, salah satu pigmen warna merah (prodigiosin) yang diekstraksi dari Serratia marcescens, secara kolorimetri menghasilkan warna yang sangat identik dengan pewarna sintetis tekstil merah standar yang digunakan sebagai pembanding, yaitu Ponceau 4R.
Penelitian ini dilakukan secara daring melalui pengumpulan data dan informasi dari jurnal-jurnal ilmiah ke dalam suatu narrative review oleh salah satu tim PKM-PE Universitas Gadjah Mada yang beranggotakan 3 mahasiwa Fakultas Biologi yaitu Daniel Saputra Wahyudi (2017), Isa Joda Nugraha (2017), dan Moses Atmajadwiputra Polela (2018) dengan Dosen Pendamping Lisna Hidayati, S.Si., M. Biotech. Daniel dan kawan-kawan akan melaju dalam ajang PIMNAS 33 akhir November mendatang.
Ambarwati, mahasiswa program doktoral Fakultas Biologi UGM berhasil menemukan spesies baru bakteri penghasil antibiotik. Berangkat dari banyaknya resistensi bakteri patogen terhadap berbagai macam antibiotik dia terdorong untuk mengeksplorasi bakteri penghasil antibiotik yakni Streptomyces. Bakteri jenis ini dipilih karena mampu menghasilkan antibiotik terbanyak. Dengan metode sekuensing genom utuh (WGS), dia berhasil menemukan satu spesies bakteri Streptomyces baru penghasil antibiotik. Sampel bakteri yang digunakan berasal dari dataran tinggi Cemoro Sewu, Magetan, Jawa Timur.
“Sekuen hasil WGS dari spesies baru tersebut saat ini dalam proses submit ke National Center for Biotechnology Information (NCBI) dam diajukan namanya sebagai Streptomyces cemorosewuensis sp. Nov,” paparnya, Jumat (14/2) dalam kegiatan diseminasi hasil penelitian program doktor di Fakultas Biologi UGM. Penelitian doktoralnya dipromotori Prof. Ir. Triwibowo Yuwono, Ph.D., dan ko promotor, Prof. Dr. Subagus Wahyuono, MSc, Apt serta Prof. Sukarti Moeljopawiro, Ph.D.
Ambarwati mengungkapkan ada yang menarik dari spesies baru yang dia temukan ini. Spesies tersebut memiliki potensi penghasil senyawa bioaktif atau antibiotik yang berspektrum luas. Artinya, spesies ini tidak hanya mampu menghambat bakteri gram positif, tetapi juga bakteri gram negatif bahkan anticandida (anti jamur candida).
Temuan lain menunjukkan bahwa spesies bakteri baru ini memiliki 53 kelompok gen penghasil senyawa bioaktif. Streptomyces baru ini menghasilkan 8 senyawa yang telah ditemukan sebelumnya pada Streptomyces lain dengan kemiripan 100 persen dengan 6 senyawa yang telah diketahui strukturnya. Selain itu, spesies baru ini juga berpotensi menghasilkan 9 golongan senyawa baru
“Menariknya spesies baru ini juga berpotensi menghasilkan senyawa malasidin yang memiliki kemampuan menghambat bakteri gram positif patogen yang telah resisten terhadap antibiotik. Sleain itu, juga bisa menyembuhkan infeksi kulit akibat Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metilisin,”terangnya.
Dikutip dengan ubahan dari ugm.ac.id
Malaria masih menjadi salah satu persoalan kesehatan di dunia, termasuk Indonesia. Penyakit ini menjadi ancaman yang cukup serius karena banyaknya laporan resistensi, khususnya Plasmodium falciparum di sebagian besar wilayah.
“Munculnya resistensi terhadap lebih dari satu jenis obat antimalaria yang sehari-hari dipakai dalam pengobatan malaria menambah sulit upaya penanggulangan yang dilakukan,” kata Endang Ariyani Setyowati, Senin (13/1) saat memaparkan hasil penelitian doktoralnya di Fakultas Biologi UGM.
Endang mengatakan berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi persoalan resistensi ini. Salah satunya dengan menggunakan obat kombinasi derivat armisini, tetapi hasilnya justru semakin resisten terhadap obat-obatan. Oleh sebab itu, pencarian obat alternatif antimalaria baru melalui mekanisme baru dengan mengekplorasi senyawa bioaktif dari berbagai sumber bahan alam perlu dilakukan secara terus menerus.
Mahasiswa program doktor Fakultas Biologi UGM ini pun berupaya melakukan penelitian untuk menemukan obat alternatif antimalaria dari bahan alam yakni mikroalga. Dari sejumlah penelitian terdahulu diketahui bahwa mikroalga memiliki sejumlah senyawa yang memiliki aktivitas sitotoksik, antitumor, antiviral, antibiotik, dan juga antimalaria.
Dalam penelitian ini Endang menggunakan ekstrak mikroalga dari jenis S. platensis, C. vulgaris, S. costatum , C. calcitrans dan N.oculata untuk menghambat pertumbuhan P. falciparum berdasarkan penghambatan enzim PfMQO, PfNDH2 dan PfDHODH. Hasilnya menunjukkan keempat mikroalga tersebut dapat menghambat perkembangan P.falciparum.
“Ekstrak S. platensis dalam etanol pa dengan enzim PfMQO memberikan penghambatan terbaik pada P. falciparum. S. platensis tergolong senyawa antimalaria yang aktif dan kuat, mengandung senyawa bioaktif golongan terpenoid, asam lemak, alkaloid dan flavonoid merupakan sumber senyawa antimalaria yang potensial dan menjanjikan,” papar dosen Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman ini.
Dalam kesempatan tersebut turut dipaparkan hasil penelitian disertasi dari Susintowati yang melakukan kajian ekologis terhadap gastropoda intertidal atau siput yang berada di zona pasang surut yang berada di Taman Nasional Awalas Purwo, Jawa Timur. Hasilnya ditemukan 22.484 individu, 148 spesies, 60 genus, 36 familia dan 10 ordo. Dalam individu-induvidu tersbeut terdapat kesesuaian struktur morfologi adaptif yang dijumpai dalam ekomorfologi Gastropoda intertidal dalam usahanya bertahan terhadap seleksi alam.
Selain itu disampaikan pula hasil penelitian dari Muhammad Dylan Lawrie tentang percepatan pembungaan pada tanaman anggrek Dendrobium capra J.J. Smith dengan zat pengatur tumbuh dan rekayasa genetika. Penelitian dilakukan untuk membantu konservasi anggrek melalui teknik kultur in vitro dan rekayasa genetik menggunakan CRISPR-Cas9.(Humas UGM/Ika)
Dikutip dari ugm.ac.id
(27/11)
The 3rd International Conference on Life Science and Biotechnology (ICOLIB) 2019, yang diselenggarakan oleh Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Jember mengundang beberapa keynote speaker diantaranya Prof. Takatoshi Kiba (Nagoya University), Prof. Kim Jongkee (Chung-Ang University) dan Prof. Budi Setiadi Daryono (Universitas Gadjah Mada). Beberapa pembahasan seputar riset terkait biodiversitas baik melalui sudut pandang molekular dan biosfer menjadi tema pembahasan utama yang dipresentasikan dalam konferensi tersebut.
Pendekatan mengenai pengaruh perubahan iklim terhadap sektor agrikultur terutama di Indonesia menjadi salah satu topik pembahasan. Guru Besar Genetika Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr. Sc. menggunakan sudut pandang molekular tanaman guna menjelaskan dampak perubahan iklim dalam sektor agrikultur Indonesia. Dalam abstrak berjudul The Dynamics and Evolution of Plant Viruses In Indonesia Influenced by Climate Change hal yang perlu digarisbawahi adalah adaptasi tanaman melon terhadap evolusi virus didorong oleh perubahan iklim terutama di Indonesia. Tergolong kedalam Cucurbitaceae, melon termasuk dalam 50 sub-spesies Cucurbitaceae. Melon termasuk dalam komoditas agrikultur dengan nilai komersial yang tinggi dan produksinya di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya.
Kultivasi melon di Indonesia memiliki beberapa hambatan diantaranya serangan virus, deformasi dan hama. Virus cucumber mosaic virus (CMV), cucumber green mottle mosaic virus (CGMMV) dan papaya ringspot virus strain W (PRSV.W) telah teridentifikasi sebagai penyebab penurunan produktivitas tanaman melon. Pengaruh perubahan iklim dalam sektor agrikultur khususnya dinamika evolusi virus spesifik melon terjadi akibat peningkatan suhu dan perubahan curah hujan tahunan di wilayah belahan bumi Selatan sebesar 2-3%. Sekilas persentase tersebut terlihat kecil namun secara nyata dampak yang dirasakan khususnya petani di Indonesia terbilang signifikan. Persebaran beberapa famili virus seperti tobamovirus dan begomovirus di Indonesia meningkat setiap tahunnya dengan gejala dan tingkat letalitas yang tinggi. “Langkah preventif yang dapat diambil salah satunya adalah identifikasi molekuler dan upaya pengembangan marker molekular gen resisten pada melon dan beberapa tanaman budidaya lain. Peningkatan kesadaran dan teknologi preventif yang terintegrasi baik di tingkat petani, produsen benih dan intitusi riset terkait di Indonesia,” tutur Prof. Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc.
Perubahan iklim telah menjadi semakin nyata dengan sejuta akibat yang menunggangi dalam berbagai sektor terutama sektor agrikultur di Indonesia. Langkah preventif dan adaptasi teknologi pertanian terkini baik skala kecil dan industri harus dilakukan guna melindungi kekayaan biodiversitas Indonesia.
(10/04)
Sebanyak 132 peserta dari sekitar 70 perguruan tinggi dari seluruh Indonesia mengikuti kegiatan Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT) Boot Camp 2019 yang diselenggarakan oleh Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) di Hotel Grand Mercure, Jakarta. Dari ribuan proposal dan serangkaian proses yang panjang, akhirnya hanya terpilih 5 pemenang dari UGM untuk mendapatkan pendanaan Hibah CPPBT tahun 2019, salah satunya diketuai oleh Dekan Fakultas Biologi UGM, Dr. Budi Setiadi Daryono M. Agr. Sc.
Agenda kegiatan selama CPPBT Boot Camp 2019 ini meliputi Seminar, Workshop, Inspirational Talk dan Success Story dari Calon PPBT yang berhasil naik kelas ke Program Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT).“Pada pelatihan ini, banyak informasi didapatkan dari berbagai narasumber. Diantaranya mekanisme pendaftaran paten Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan produk, BPOM, sertifikasi halal, SNI, ijin edar pertanian dan sebagainya. Tentunya nanti bermanfaat dalam pengembangan produk dan bisnis yang dimiliki masing-masing inovator. Selain itu, dipelajari juga bagaimana cara untuk menyelesaikan permasalahan dan menciptakan peluang bisnis. Mulai dengan membuat thinking design, business model canvas dan business plan. Tiap peserta diuji dengan membuat Business Plan individu dan kelompok yang kemudian dipresentasikan dan mendapatkan penilaian dari juri Kemenristekdikti”, tutur Muhammad Alif Ishak, S.Si., perwakilan anggota tim peneliti Fakultas Biologi UGM.
Pada kesempatan tersebut, Tim Sebatik yang beranggotakan 9 peserta yang berasal dari UGM, UB, UNPAD, IPB dan UII yang diketuai oleh Muhammad Alif Ishak menjadi Juara I Presentasi Roadmap Kelompok Terbaik dengan membuat Platform “CATROL” Cathering Online. Latar belakang pembuatan platform daring ini adalah keresahan masyarakat terutama kaum ibu yang membutuhkan berbagai macam makanan untuk berbagai acara seperti meeting, arisan dll. Media ini merangkul berbagai macam katering terpilih dalam suatu aplikasi yang memiliki berbagai macam pilihan makanan, kualitas terjamin, praktis dan cepat sehingga dapat memenuhi memenuhi permintaan pelanggan.
Diakhir pelatihan, seluruh peserta Boot Camp CPPBT 2019 mengikuti acara Indonesia Startup Summit 2019 di Jakarta International Expo (JIExpo).
Temu Akbar Perusahaan Pemula Indonesia merupakan upaya dalam membuka jejaring antara startup dengan industri dan investor. Pelatihan ini diharapkan akan menumbuhkan semangat inovasi, kompetitif dan kolaboratf para inovator muda sehingga dapat bersaing di mancanegara. Tentunya diharapkan pula dapat mendukung perekonomian nasional Indonesia.