Kekayaan biodiversitas Indonesia sudah telah lama diakui oleh dunia dan salah satu pemanfaatan biodiversitas yang dikenal sejak lama adalah jamu. Jamu adalah harta karun yang luar biasa dari nenek moyang. Namun, tidak sedikit juga generasi milenial yang meragukan khasiat dan memikirkan efek samping jika kita mengonsumsi jamu. Yang pada masa kini generasi millenial lebih mengenal kopi, bobba, dan segala bentuk minuman modern. Mereka mulai melupakan jamu dan meninggalkannya dengan alasan bahwa jamu itu pahit, tidak higienis, kuno dan tidak mengerti cara membuatnya. Selain itu, selama ini masyarakat mengenal jamu tanpa adanya dukungan penelitian di perguruan tinggi sehingga jamu mulai ditinggalkan
Seminar Nasional Biologi Tropika (SNBT) 2021, mempertemukan para peneliti baik dari kalangan perguruan tinggi, lembaga riset, maupun pelaku bisnis untuk saling bertukar informasi saintifik dan keilmuan, dengan cita-cita terlaksananya hilirisasi riset biodiversitas yang telah dikembangkan oleh perguruan tinggi. Hilirisasi riset salah satunya pada bahan dan produk jamu sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap jamu yang telah melalui kajian dan penelitian di perguruan tinggi.
Acara dibuka dengan penyampaian laporan oleh ketua panitia, Dr. Dwi Sendi Priyono, M.Si,. “Pada seminar ini terdapat 178 peserta seminar dari 71 instansi yang ikut meramaikan. Seminar ini diikuti oleh berbagai pihak dengan latar belakang yang sangat bervariasi, antara lain: Dosen, Mahasiswa, Peneliti, Pebisnis, Swasta, Freelancer, Kurator, Software Developer dll. Total 78 presenter menyajikan hasil penelitiannya ke dalam 5 topik utama: Biomedis, Biofungsional Tropis, Bioinformatika dan Bioteknologi, Bioprospeksi, dan Eksplorasi Biodiversitas Tropika, yang nantinya juga akan dipublikasikan di jurnal mitra yang bereputasi: Jurnal of Tropical Biodiversity and Biotechnology , Jurnal Al-Kauniyah, Jurnal Biogenesis, Jurnal Berita Biologi, Jurnal Biodjati dan juga Prosiding ber-ISBN”, ungkap Dr. Sendi.
Sambutan pertama diberikan oleh Dekan Fakultas Biologi UGM, yaitu Prof. Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc,. Indonesia merupakan negara super power, megabiodiversitas nomor satu apabila kekayaan hayati di darat dan di laut digabungkan, sehingga menjadi sebuah potensi dan manfaat yang besar apabila kita dapat melakukan kajian riset dan kolaborasi dengan sungguh-sungguh. Salah satu komitmen Fakultas Biologi UGM sesuai dengan visinya yaitu untuk mempelajari, memanfaatkan, serta melestarikan kekayaan keanekaragaman hayati untuk menjadi potensi dan solusi dari masalah-masalah yang ada termasuk peluang untuk menanggulangi efek pandemi ini. Pada sambutannya ini Prof Budi juga menyampaikan puisi pendek, “Indonesia kaya akan jamu, hasil racikan para pendahulu, bersumber dari kekayaan dan keragaman flora dan fauna unikmu, yang sudah terbukti mampu membawa bangsa yang kuat dan bersatu”, ungkap Prof Budi.
Acara Seminar Nasional Biologi Tropika diresmikan oleh Pak Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, dalam sambutannya beliau mendukung kegiatan ini untuk dapat bersinergi dengan program dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi kreatif dalam mengembangkan pariwisata yang ramah lingkungan dan ekonomi kreatif berbasis biodiversitas, khususnya produk jamu. “Indonesia kaya biodiversitas dari 30.000 jenis tanaman yang tumbuh di Indonesia, 7.000 jenis tanaman telah diketahui dan digunakan sebagai pengobatan tradisional, mengembangkannya merupakan pilihan yang tepat karena lebih dari 40% populasi mengandalkan khasiat obat tradisional dan jamu. Namun masih dibutuhkan riset lebih lanjut dan berkesinambungan dari pengetahuan turun-temurun serta terknologi pengolahan untuk memaksimalkan pemanfaatannya. Hal ini dapat dikaji dalam seminar ini, saya sangat mendukung adanya seminar ini”, kata Sandiaga Uno.
Acara dilanjutkan dengan pemaparan yang luar biasa oleh Jony Yuwono selaku direktur PT. Sinde Budi Sentosa yang juga founder Acaraki. Jony menjelaskan mengenai inovasinya tentang Acaraki, yaitu konsep jamu milenial, memperbaharui pengemasan jamu agar dapat bersaing dengan minuman kekinian.
Pada sesi plenary, terdapat 3 pembicara, yaitu Prof. Dr. Purnomo, M.S. yang menyampaikan kajian etnobotanis dalam pemanfaatan biodiversitas dan sistematika tumbuhan untuk pendataan/pengenalan organisme. Dr. Djoko Santosa, M.Si. memaparkan potensi kekayaan biodiversitas untuk bidang kesehatan dengan sudut pandang ilmu farmasi. Kemudian Dr.(c).drh. Rusdiyanto menyampaikan aspek bisnis dari pengembangan jamu, obat herbal, dan fitofarmaka saat ini di Indonesia.
Sesi presentasi paralel oleh presenter terlaksana dengan baik dan lancar, terlihat dengan masing-masing room lebih dari 25-35 audience yang mengikuti. Para peserta menyampaikan presentasi penelitian yang sangat bervariasi, mulai dari tingkat genetik, bakteri, tumbuhan berprospeksi dan berpotensi dalam kesehatan dan bisnis, tingkat keanekaragaman hewan pada berbagai lingkungan, hingga riset yang unik seperti bioakustik ayam yang ikut kontes, dan juga audience berpartisipasi aktif. Seminar ini memperlihatkan bahwa kekayaan biodiversitas di Indonesia masih menjadi bagian yang sangat menarik dan tentu perlu lagi lebih dieksplorasi.
Pada akhir acara, panitia mengumumkan presenter terbaik untuk masing-masing ruangan dan juga membagikan doorprise untuk peserta yang berpartisipasi aktif. Lancar dan suksesnya seminar nasional ini tidak lepas dari dukungan sponsor utama, PT Sinde Budi Sentosa, dan juga Manna Kampus (Mirota), serta dukungan oleh KOBI. Seminar nasional biologi tropika, atau SNBT 2021, selain bertujuan untuk mendiseminasikan riset bapak ibu, bisa juga untuk mengupgrade skill dan menambah jejaring potensi kolaborasi, serta juga bisa menjadi ajang silaturahmi para peneliti biodiversitas Indonesia. Sampai bertemu lagi di SNBT selanjutnya. Salam lestari…