Maluku utara menjadi salah satu wilayah di Indonesia dengan potensi penambangan emas cukup tinggi. Beberapa penambangan emas skala kecil (PESK) tersebar di beberapa pulau di provinsi tersebut, salah satunya Pulau Obi. Proses penambangan emas yang melibatkan merkuri yaitu almagasi bijih emas menjadikan kawasan tersebut tercemar emisi merkuri dari air hingga tanahnya. Melalui permasalahan tersebut, dosen Laboratorium Ekologi dan Konservasi, Siti Nurleily Marliana, S.Si., M.Sc., Ph.D. bersama dengan tim riset dari Pusat Riset Mikrobiologi dan Pusat Riset Ekologi dan Ethnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), SEAMEO-BIOTROP, Universitas Hasanuddin, Universitas Hein Namatemo, serta Balai Perbenihan Tanaman Hutan KLHK melaksanakan riset yang berfokus pada pemulihan kerusakan lingkungan dan mengurangi dampak cemaran merkuri melalui teknologi rhizoremediasi, 16 hingga 29 September 2023 lalu.
PESK merupakan sumber cemaran merkuri terbesar kedua di dunia setelah bahan bakar fosil. Cemaran tersebut berkontribusi dalam penurunan kualitas air dan tanah dengan jangka panjangnya berupa kerusakan neurologis diantaranya penurunan koordinasi tubuh, kemampuan berbicara hingga kelahiran cacat. Selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals; SDGs), pemulihan cemaran tersebut menjadi urgensi tidak hanya dalam konservasi ekosistem darat dan air (SDG 14 dan 15) namun juga peningkatan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat setempat (SDG 3).
Leily bersama dengan tim riset tersebut menggunakan pendekatan bioremediatif dengan mengangkat potensi mirobioma dalam menekan kontaminasi metal yang tinggi sekaligus ramah lingkungan, efisien dan murah, memanfaatkan Fungi Mikoriza Abuskular (FMA) yang dapat meningkatkan resistensi tanaman dan penyerapan cemaran berat metal. Kombinasi dengan fitoremediasi menjadi rhizoremediasi yang dimungkinkan dapat mereduksi cemaran merkuri lebih cepat di kawasan PESK.
Dampak lainnya dari pertambangan emas turut menjangkau ekosistem laut melalui peningkatan asidifikasi laut. Hal tersebut tentu mengancam ekosisten sekaligus kehidupan masyarakat setempat dari segi kesehatan hingga social ekonominya. Kesenjangan ekonomi yang terlihat pada kawasan pulau juga berdampak pada kemampuan mitigasi masyarakat terhadap dampak kerusakan dan perubahan lingkungan. Problematika lingkungan, kesehatan hingga kesejahteraan masyarakat tersebut tentu harus menjadi perhatian khusus.
Dalam perjalanan riset tersebut, Leily turut mengungkapkan keterbatasan akses ke Pulau Obi. Jalur yang panjang dan transportasi terbatas menjadi tantangan peneliti dalam membawa sampel dari pulau. Dengan berbagai tantangan tersebut, penelitian yang direncanakan berlangsung dalam beberapa tahapan ini diharapkan dapat memberikan solusi terhadap permasalahan kompleks pencemaran di Obi sekaligus manfaat kepada masyarakat setempat yang terdampak.
Penulis: Anysa
Ditulis berdasarkan laporan penelitian “Back in the Office, with Some Good Omens: Recounting on Seeking the Eureka for Mercury Contamination in Obi” oleh Siti Nurleily Marliana, Ph.D.