Wabah African Swine Fever (ASF) telah menjadi ancaman nyata bagi sektor peternakan babi di Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Penyakit ini disebabkan oleh virus DNA dari famili Asfarviridae yang dikenal sangat mematikan dengan angka mortalitas mencapai 100% pada babi yang terinfeksi. Sejak pertama kali terdeteksi di Sumatera Utara pada tahun 2019, ASF telah menyebar ke 33 provinsi dan memicu kerugian besar di berbagai daerah.
Kasus terbaru di Mimika, Papua, menunjukkan betapa serius dampaknya: lebih dari 1.176 ekor babi mati hanya dalam dua bulan pertama tahun 2024, memicu kerugian ekonomi mencapai belasan miliar rupiah dan memperparah kondisi peternak kecil. Deteksi dini dan penguatan sistem biosekuriti menjadi kunci penting dalam mengatasi laju penyebaran virus yang semakin tidak terkendali.
Namun, metode deteksi yang umum digunakan saat ini masih berbasis PCR konvensional, yang meskipun akurat, membutuhkan alat mahal, waktu lama, serta tenaga ahli. Di banyak wilayah, keterbatasan infrastruktur membuat proses deteksi menjadi lambat dan tidak merata. Hal ini membuka peluang lahirnya inovasi baru yang lebih adaptif terhadap kebutuhan peternakan lokal.
Menjawab tantangan tersebut, tiga mahasiswa Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada yang tergabung dalam Tim BB-Fever, yakni Nisa Abidah, Sheva Rimma Dhanty, dan Adzkiya Aqmaliza Rahmattillah, di bawah bimbingan Tyas Ikhsan Hikmawan, S.Si., M.S., Ph.D., mengembangkan gagasan inovatif bertajuk “PIGGYTECT: Inovasi Kit Deteksi Dini African Swine Fever pada Babi Berbasis LAMP-PCR guna Menyokong Perekonomian Lokal Menuju Indonesia Emas.”
PiggyTect merupakan kit deteksi molekuler berbasis metode LAMP-PCR (Loop-mediated Isothermal Amplification Polymerase Chain Reaction). Berbeda dengan PCR konvensional, metode ini bekerja dalam kondisi suhu konstan dan tidak memerlukan alat thermocycler yang mahal. Proses deteksi berlangsung cepat, sederhana, dan hasil dapat dibaca secara visual. Inovasi ini memungkinkan deteksi virus ASF dilakukan secara langsung di lapangan tanpa perlu laboratorium canggih, menjadikannya alat ideal untuk mendukung biosekuriti peternakan lokal.
Gagasan ini mengantarkan Tim BB-Fever meraih Juara 1 dalam ajang Farmtastic 2025, sebuah lomba karya tulis ilmiah ingkat nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Peternakan Universitas Sebelas Maret (UNS). Melalui serangkaian seleksi mulai dari pengumpulan karya, presentasi ilmiah, hingga diskusi mendalam bersama dewan juri, tim BB-Fever berhasil tampil unggul dari delapan tim finalis terbaik dari berbagai perguruan tinggi ternama seperti Universitas Diponegoro, Universitas Brawijaya, UNS, Universitas Singaperbangsa Karawang, dan Universitas Kusuma Husada Surakarta.
Keunggulan PiggyTect terletak pada potensinya untuk mendukung deteksi dini virus ASF secara cepat, murah, dan efisien, terutama pada sistem peternakan rakyat yang sangat rentan terhadap wabah Prestasi ini menjadi bukti nyata kontribusi mahasiswa dalam menjawab permasalahan nasional melalui pendekatan ilmiah yang aplikatif. Ke depan, tim berharap PiggyTect dapat dikembangkan lebih lanjut bekerja sama dengan instansi terkait agar dapat digunakan secara luas di seluruh wilayah Indonesia, terutama daerah rawan ASF.
Kemenangan ini menjadi bukti bahwa mahasiswa tidak hanya mampu bersaing secara akademik, tetapi juga mampu merespon isu-isu nyata yang dihadapi masyarakat melalui solusi ilmiah yang aplikatif dan berkelanjutan. Tim berharap bahwa ke depan, PiggyTect dapat dikembangkan lebih lanjut dengan dukungan dari lembaga terkait, dan diadopsi sebagai bagian dari strategi nasional biosekuriti peternakan.
Dengan pendekatan berbasis komunitas, berbasis ilmu, dan berbasis kecepatan tanggap, PiggyTect diharapkan mampu menjadi garda awal pencegahan ASF di Indonesia. Inovasi ini sekaligus menandai kontribusi generasi muda dalam membangun sistem peternakan yang resilien dan inklusif, menuju visi besar Indonesia Emas 2045. [Penulis: Nisa Abidah]