Bogor, 23 Oktober 2024 – Telah dilaksanakan Konsultasi Publik terkait Pengusulan Penetapan Kembali Status Perlindungan Biota Perairan yang Tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.106 Tahun 2018. Acara ini diadakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Hotel Luminor, Bogor, dengan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, ahli, serta perwakilan dari lembaga terkait. Kegiatan ini bertujuan untuk membahas pemindahan kewenangan pengelolaan satwa yang dilindungi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Dalam pertemuan ini, Dr. Amir Hamidy, M.Sc., Direktur SKIKH (Sekretariat Konservasi dan Inovasi Kehidupan Hewan), dan Ir. Pingkan Katharina Roeroe, M.Si., Ketua Tim Kerja Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan, Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Dirjen PRL KKP yang bertindak sebagai pemateri utama, memaparkan pentingnya peninjauan ulang status perlindungan biota perairan di Indonesia. Materi ini mencakup kebijakan perlindungan yang sesuai dengan perkembangan hukum serta tuntutan konservasi terkini terutama berdasarkan Undang Undang No. 32 tahun 2024 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Salah satu poin utama yang dibahas adalah perpindahan kewenangan pengelolaan satwa dilindungi dari KLHK ke KKP. Berbagai pihak yang hadir menyampaikan pandangan dan masukan untuk mendukung proses ini agar berjalan efektif. Perwakilan dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Rury Eprilurahman, memberikan masukan penting terkait urgensi pengenalan jenis biota yang jelas dalam dokumen negara serta manajemen yang baik saat perpindahan kewenangan antar kementerian. Ia menekankan bahwa identifikasi yang akurat dan pengelolaan yang berkelanjutan sangat krusial dalam melindungi mamalia air dan reptil air yang masuk dalam kategori satwa dilindungi.
Pertemuan ini diakhiri dengan penetapan berita acara sebagai kesepakatan forum. Kesepakatan ini mencakup berbagai poin penting yang akan menjadi acuan dalam pembahasan lebih lanjut terkait pemindahan kewenangan dan pengelolaan satwa dilindungi.
Acara ini menunjukkan komitmen kuat dari berbagai pihak dalam menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan perairan di Indonesia, dengan memastikan perlindungan biota air yang dilindungi tetap terjaga sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Kegiatan Konsultasi Publik terkait Pengusulan Penetapan Kembali Status Perlindungan Biota Perairan mencakup beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), antara lain: SDG 14: Kehidupan Bawah Air (Life Below Water), SDG 15: Kehidupan di Darat (Life on Land), SDG 13: Penanganan Perubahan Iklim (Climate Action), SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh (Peace, Justice, and Strong Institutions), dan SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan (Partnerships for the Goals).
Melalui kegiatan ini, Indonesia menunjukkan komitmennya dalam mencapai SDGs yang berfokus pada pelestarian lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Selain kuliahnya, Wildan bekerja sama dengan Dr. Espen Knutsen, Ilmuwan Senior dan Kurator Paleontologi di Museum Queensland di Townsville, untuk melanjutkan penelitiannya yang sedang berlangsung tentang fosil yang ditemukan di gua-gua bawah laut. Wildan berharap dapat menerapkan pengalaman dan wawasannya di masa depan. [Aulia]
Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan holistik, tim pengabdian masyarakat Desa Mitra Fakultas Biologi UGM telah melaksanakan kegiatan edukasi pada hari Kamis, 26 September 2024 di Balai Padukuhan Mrican, Kelurahan Caturtunggal, Sleman, DI Yogyakarta. Kegiatan ini berfokus pada konsep One Health dan memperkenalkan manfaat prebiotik, probiotik, serta minyak atsiri dalam mendukung kesehatan masyarakat. Sasaran peserta kegiatan ini adalah ibu-ibu Kelompok Wanita Tani (KWT) Srikandi dusun Mrican dengan peserta kurang lebih 30 orang yang cukup aktif dan antusias mengikuti kegiatan tersebut.
Kegiatan dimulai dengan pembukaan oleh perwakilan anggota KWT yang juga menyampaikan rasa terima kasih atas kedatangan Tim Pengabdian Masyarakat Desa Mitra Fakultas Biologi UGM di Balai Pedukuhan Mrican.
Dalam sambutannya ketua Tim Pengabdian Masyarakat Dr. Rr. Upiek Ngesti Wibawaning Astuti, menyampaikan “Edukasi ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan holistik. Dengan memahami hubungan antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan, kita dapat bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih sehat,”
Materi pertama disampaikan oleh Dr. Nur Indah Septriani dari Laboratorium Struktur dan Perkembangan Hewan yang mendiseminasikan mengenai One Health yakni pendekatan yang menekankan bahwa kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan saling terkait. Dalam sesi ini, narasumber memberikan pemahaman tentang bagaimana menjaga kesehatan secara keseluruhan dapat membantu mencegah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, diabetes, dan kanker, dan meningkatkan kualitas hidup melalui rumus CERDIK, yakni Cek kesehatan berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stress.
Dalam kesempatan ini pula, narasumber Dr. Sari Darmasiwi dari Laboratorium Mikrobiologi menjelaskan manfaat prebiotik dan probiotik. Prebiotik berfungsi sebagai makanan bagi bakteri baik dalam usus, sementara probiotik adalah bakteri baik yang memberikan banyak manfaat bagi sistem pencernaan dan kekebalan tubuh. Melalui konsumsi kedua komponen ini, masyarakat diharapkan dapat mengoptimalkan kesehatan pencernaan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Sesi kedua tersebut diikuti dengan demo pembuatan olahan minuman fermentasi dan peserta juga ikut mencicipi tester hasil olahan tersebut. Diharapkan selain menambah wawasan peserta mengenai manfaat minuman kesehatan, peserta juga mampu membuat olahan minuman tersebut secara mandiri hingga dapat menjadi ide usaha dalam pemberdayaan ekonomi lokal.
Selain itu, materi mengenai minyak atsiri disampaikan oleh Dr. Woro Anindito Sri Tunjung dari Laboratorium Biokimia dan ibu Dra. Mulyati, M.Si dari Laboratorium Fisiologi Hewan. Beliau menyampaikan bahwa minyak atsiri dari bahan alam disekitar kita dapat dimanfaatkan sebagai solusi alami untuk berbagai masalah kesehatan. Peserta diajarkan cara penggunaan minyak atsiri dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan baik bahan kering maupun dalam bentuk bahan basah, termasuk untuk aromaterapi dan pengobatan tradisional. Kegiatan ini serta diisi dengan sesi tanya jawab interaktif, yang memungkinkan peserta untuk berbagi pengalaman dan mendapatkan informasi langsung dari narasumber. Selain itu sebagai bentuk apresiasi, juga diberikan bingkisan special kepada peserta yang berhasil menjawab pertanyaan dari narasumber yang menambah semarak kegiatan tersebut.
Tim pengabdian masyarakat berharap, kegiatan ini dapat memberdayakan masyarakat terutama ibu-ibu KWT di dusun Mrican untuk dapat menerapkan ilmu yang didapat dan berbagi informasi kepada keluarga serta tetangga mereka, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup keluarga dan tercipta lingkungan yang lebih sehat dan sejahtera. Kegiatan ini mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), terutama SDGs 3 mengenai kehidupan sehat dan sejahtera, serta SDGs 4 tentang pendidikan berkualitas
Divisi Konservasi BiOSC (Biology Orchid Study Club) Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada telah melakukan kegiatan eksplorasi yang dilaksanakan pada 21 September 2024. Kegiatan eksplorasi tersebut merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Divisi Konservasi BiOSC sebagai langkah awal upaya konservasi anggrek alam. Curug Siluwok dipilih sebagai lokasi eksplorasi karena merupakan salah satu destinasi wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga keberadaan anggrek yang ada di lokasi tersebut dapat dengan mudah terganggu oleh aktifitas wisatawan yang berkunjung. Kegiatan eksplorasi yang diikuti oleh 10 anggota aktif BiOSC ini bertujuan mendata jenis anggrek alam yang terdapat di Curug Siluwok untuk melengkapi data keanekaragaman anggrek di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya di kawasan Pegunungan Menoreh.
Kegiatan diawali dengan briefing peserta kegiatan di pagi hari sebagai persiapan awal eksplorasi dan pembagian penanggung jawab lapangan. Setelah itu, dilanjutkan dengan perjalanan menuju lokasi eksplorasi yang memakan waktu kurang lebih 1 jam. Tepat pada pukul 09.00, pesertab eksplorasi sampai di Curug Siluwok dan bersiap-siap untuk melakukan eksplorasi dan pengambilan data lapangan. Data yang diambil berupa data morfologi anggrek untuk identifikasi, jumlah cacah individu masing-masing anggrek yang ditemukan, koordinat lokasi anggrek, dan parameter lingkungan. Berdasarkan hasil eksplorasi tersebut, didapatkan 11 spesies anggrek yang ditemukan di lokasi wisata Curug Siluwok meliputi Vanilla planifolia Andrews, Dendrobium crumenatum Sw., Bryobrium retusum (Blume) Ng & Cribb, Acriopsis lilifolia (Koenig) Ormerod, Rhynchostylis retusa (L.) Blume, Aerides odorata Lour., Liparis condylobulbon Rchb.f., Zeuxine clandestina Blume, Spathoglottis plicata Blume, Malaxis sp., dan Thrixspermum sp. Hasil eksplorasi tersebut akan diolah untuk dijadikan catatan konservasi anggrek alam dan menambah informasi keaneakaragaman anggrek di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya di kawasan Pegunungan Menoreh.
Melalui kegiatan ini, Divisi Konservasi BiOSC telah berperan dalam upaya awal konservasi dan usaha perlindungan anggrek alam di Curug Siluwok, Daerah Istimewa Yogyakarta. Diharapkan dengan adanya kegiatan eksplorasi rutin yang dilakukan oleh Divisi Konservasi BiOSC dapat melengkapi informasi mengenai keberadaan spesies-spesies anggrek yang ada di wilayah Pegunungan Menoreh khususnya di Curug Siluwok dan dapat mendukung upaya konservasi spesies anggrek Daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah eksplorasi ini, Divisi Konservasi BiOSC akan melakukan monitoring di kawasanCurug Siluwok sehingga anggrek alam yang ada di lokasi tersebut dapat tetap tumbuh, berkembang, dan lestari. [Penulis: BiOSC]
#SDG 1: Kemiskinan; #SDG 11 Komunitas inklusif; # SDG 13: Perubahan iklim; #Biologi UGM